NewsRoom.id – Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), terdakwa kasus dugaan pemerasan, membacakan pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2024).
SYL tampak tak kuasa menahan air matanya saat membacakan permohonannya.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
SYL mengatakan, sang istri, Ayun Sri Harahap, merayakan ulang tahunnya di hari yang sama.
Syahrul juga menyinggung soal kedua kakaknya yang meninggal dunia saat mendampinginya menjalani persidangan di kasus ini.
Berikut rangkuman Tribunnews mengenai pokok-pokok yang disampaikan SYL saat membacakan pledoinya di persidangan kemarin:
1. Ulang Tahun Istri
SYL menangis tersedu-sedu dalam sidang pembelaannya, Jumat (5/7/2024).
SYL mengatakan hari itu bertepatan dengan hari ulang tahun istrinya, Ayun Sri Harahap.
“Izinkanlah saya juga menyampaikan pesan kepada keluarga saya, khususnya istri saya yang hari ini berulang tahun,” kata SYL sembari menangis di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Menurut SYL, sang istri selalu mendampinginya dalam berbagai situasi, termasuk saat dirinya terjerat kasus korupsi.
2. Dua Saudara Meninggal
Begitu pula dengan kedua kakak laki-lakinya.
Menurut SYL, kedua kakaknya kerap mendampinginya ke pengadilan.
Namun kedua saudaranya meninggal saat kasus ini sedang berlangsung.
SYL kembali menangis saat mengungkit masalah kedua kakak laki-lakinya.
“Saat saya diadili, dua kakak saya meninggal dunia, Yang Mulia. Kakak-kakak yang sering mendampingi saya selama persidangan ini, mereka,” kata SYL sambil terisak.
3. Sebutkan nama anak dan cucu Anda
Masih terkait anggota keluarganya, SYL pun menyebut nama anak dan cucunya dalam pembelaannya.
SYL mengaku belum pernah melihat persidangan yang menghadirkan kakek dan cucu di saat yang bersamaan.
“Satu keluarga dipertemukan di ruang sidang dan diadili bersama-sama. Saya belum pernah mendengar cucu dan kakek berada dalam satu ruang sidang. Ini tempat pertama,” kata SYL.
4. Rumah Kebanjiran, Suap Tak Biasa
Tak hanya soal keluarga, SYL juga menitikkan air mata saat menyebut kondisi rumahnya di Makassar, Sulawesi Selatan, yang masih terendam banjir.
SYL mengaku tidak korupsi. Sebab, kalau dia korupsi, dia mengaku kaya.
“Rumah saya masih banjir kalau banjir, Pak, yang di Makassar. Saya tinggal di (rumah) BTN,” kata SYL sambil menangis.
“Saya tidak biasa menerima suap, Yang Mulia,” kata SYL lagi, masih menangis.
5. Meminta untuk dibebaskan
Dalam pledoinya, SYL meminta agar majelis hakim membebaskannya dalam perkara dugaan tindak pidana pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Permintaan itu disampaikannya karena SYL merasa tidak bersalah seperti yang dituntut jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Saya mohon kepada Majelis Hakim yang terhormat, agar diberikan kekuatan oleh Allah SWT untuk menegakkan keadilan bagi saya dengan menjatuhkan putusan bebas atau apabila tetap menyatakan saya bersalah mohon menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya,” ujar SYL sembari duduk di kursi terdakwa di hadapan Majelis Hakim.
Bahkan SYL mengaku lebih dirugikan dalam kasus ini.
“Saya berserah diri kepada Allah SWT terkait tuntutan tersebut, namun saya merasa dizalimi karena saya dianggap melakukan perbuatan yang tidak pernah saya lakukan,” kata SYL.
6. Mengakui bahwa dirinya berbakti dengan tulus
Selain tak merasa bersalah, SYL juga memamerkan prestasinya selama memangku jabatan sebagai pejabat negara, mulai dari kepala desa hingga menteri.
Dari sederet prestasi yang diraihnya, kata dia, mencerminkan niat tulus untuk mengabdi dan tidak korupsi.
“Riwayat pengabdian saya kepada negara menunjukkan bahwa karakter, kepribadian, dan kepemimpinan saya selama puluhan tahun mengabdi kepada negara selalu dilandasi niat tulus dan itikad baik untuk berkontribusi bagi bangsa dan tidak pernah memiliki niat serta perilaku koruptif,” tutur SYL.
7. Sebutkan istilah ABS
Ia kemudian mengemukakan istilah yang populer pada masa Orde Lama, yaitu “Asal Bapak Senang (ABS)”.
Istilah “Asal Bapak Senang” dicetuskan SYL saat membahas fenomena sikap bawahan terhadap atasannya.
“Kreativitas bawahan untuk membangun kepercayaan dengan atasan itu biasa disebut Asal Bapak Senang, istilah yang sudah ada sejak awal perjalanan bangsa. Asal Bapak Senang adalah sebuah band yang diberi nama itu oleh seorang ajudan Presiden Soekarno hanya karena ia tidak tahu nama band itu,” kata SYL.
Di era ini, menurut SYL, fenomena itu masih saja terjadi, bahkan lebih ekstrem. Tak terkecuali di Kementerian Pertanian.
Menurut SYL, budaya ABS ekstrem itu dilakukan sejumlah pegawai Kementerian Pertanian dengan cara melayani keluarga menteri.
“Banyak cara yang dilakukan oleh insan Kementerian Pertanian untuk mendekatkan diri kepada kami, salah satunya melalui dapur yang artinya aman dengan melayani keluarga seakan-akan itu adalah hak dan fasilitas seorang menteri beserta keluarganya dengan harapan jabatan yang diembannya aman bahkan naik jabatan,” tutur SYL.
8. Karyawan Mencari Wajah
SYL pun mengakui ada sejumlah pegawai Kementerian Pertanian yang menjenguk keluarganya.
Pendekatan ini dilakukan dengan berbagai cara, dari pembelian tiket hingga perbaikan.
Menurut SYL, hal itu dilakukan agar terlihat bagus dan mendapatkan promosi.
“Bagaimana mungkin istri saya, anak-anak saya, cucu-cucu saya tahu dan tahu, apalagi melakukan hal-hal seperti itu kalau kita tidak memulainya dengan melakukan pendekatan dan berusaha menjilat serta mengharapkan imbalan, baik berupa kenaikan pangkat, kenaikan jabatan menteri dan sebagainya, dengan menawarkan untuk membelikan tiket, membelikan barang, membiayai belanja dan berbagai perbaikan,” tuturnya.
9. Mengakui Digunakan sebagai Alat Politik
Di sisi lain, SYL menilai kasus dugaan korupsi yang menjeratnya sebagai terdakwa merupakan bentuk politisasi.
“Kadang saya berpikir dan berasumsi, apakah karena kepentingan politik sehingga saya menjadi sasaran proses hukum?” kata SYL yang duduk di kursi terdakwa di hadapan Majelis Hakim.
Ia juga menyinggung posisi partainya, Nasdem, yang memilih jalan berbeda dengan mereka yang berkuasa.
Oleh karena itu, SYL merasa dirinya hanya dijadikan alat penguasa untuk menekan lawan politiknya.
“Apakah karena partai tempat saya berpolitik dulu terkadang punya pilihan yang berbeda dengan keinginan pemegang kekuasaan tertentu? Apakah benar banyak orang menganggap UU digunakan sebagai alat kekuasaan untuk menekan lawan politik atau partai yang berbeda? UU digunakan untuk membungkam pihak lawan. Wallahu a’lam bi as-shawab,” kata SYL.
10. Menyebutkan Masalah Menteri Lain
SYL kemudian menyinggung masalah yang melibatkan menteri lainnya.
Menurut SYL, kasus kementerian lainnya terkait penyalahgunaan wewenang dalam proyek yang merugikan negara.
“Tetapi dalam kasus ini sama sekali tidak ada proyek strategis nasional, penyalahgunaan izin dan rekomendasi, atau proyek besar yang nilainya triliunan yang dikaitkan dengan saya,” tegas SYL.
“Sampai saat ini saya masih heran, kenapa saya ditetapkan sebagai tersangka?” ujarnya lagi.
SYL Divonis 12 Tahun Penjara
Sebagai informasi, dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut SYL dengan pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Kemudian, ia juga dituntut membayar uang pengganti atas jumlah gratifikasi yang diterimanya, yakni sebesar Rp44.269.777.204 dan USD 30 ribu.
Ganti rugi harus dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah perkara memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayar, maka menurut jaksa, harta benda akan disita dan dilelang untuk menutupi ganti rugi.
“Dan apabila tidak cukup maka diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun,” kata jaksa saat membacakan tuntutan SYL, Jumat (28/6/2024).
Menurut jaksa, dalam perkara ini SYL terbukti melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam dakwaan pertama.
NewsRoom.id