NewsRoom.id -Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk “menjual” izin Hak Guna Usaha (HGU) di Ibu Kota Negara (IKN) hingga 190 tahun langsung menuai kritik.
Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama menilai kebijakan yang dikeluarkan Jokowi merupakan cara untuk menarik investasi. Namun, cara tersebut dinilai tidak efektif, mengingat kebijakan IKN sudah keliru sejak awal.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
“Memang ada berbagai cara untuk menarik investor, termasuk menjual HGU, tetapi tetap saja tidak akan menarik minat investor. Sebab, kebijakan itu sudah salah sejak awal,” kata Suryadi kepada RMOL beberapa waktu lalu, Jumat (12/7).
Menurut politikus PKS ini, masalah investasi di IKN bukan hanya masalah lahan. Apalagi sejak awal sudah banyak kebijakan yang keliru dalam keputusan pemindahan IKN ke Kalimantan Timur.
“Persoalan investasi di IKN bukan sekadar persoalan lahan, tetapi juga kebijakan yang salah,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN.
Perpres tersebut ditandatangani Kepala Negara pada Kamis, 11 Juli 2024, sebagai pelaksanaan perintah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang IKN. Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tersebut memuat 14 Pasal terkait percepatan pembangunan IKN.
Dikutip redaksi, Perpres ini juga memuat ketentuan mengenai pemberian Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Guna Bangunan IKN kepada investor.
Pengaturan tersebut tertuang dalam Pasal 9. Pada ayat 1 pasal tersebut, Otoritas IKN memberikan jaminan kepastian jangka waktu hak atas tanah melalui satu siklus pertama dan dapat diberikan kembali dalam satu siklus kedua kepada pelaku usaha melalui suatu perjanjian.
Siklus perpanjangan hak pakai dan hak pakai bagi investor terdapat pada Pasal 9 ayat 2, di mana investor dapat memanfaatkan HGU sampai dengan 190 tahun dengan perpanjangan dan HGB selama 160 tahun dengan perpanjangan.
“Hak guna tanah diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 tahun melalui satu kali putaran pertama dan dapat diberikan kembali untuk satu kali putaran kedua dengan jangka waktu paling lama 95 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan penilaian,” bunyi Pasal 9 ayat 2 poin a, dikutip Jumat (12/7).
NewsRoom.id