NewsRoom.id -Presiden terpilih Prabowo Subianto diprediksi akan menghadapi tantangan berat di sektor ekonomi saat resmi memimpin Indonesia lima tahun ke depan jika didampingi Menteri Keuangan seperti Sri Mulyani.
Pembacaan tersebut disampaikan oleh pendiri lembaga penelitian publik Lingkar Sabang-Merauke, Syahganda Nainggolan, dalam wawancara di salah satu stasiun televisi nasional.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Awalnya ia menyinggung tantangan yang akan dihadapi Prabowo ke depan, salah satunya adalah terwujudnya program makan bergizi gratis yang membutuhkan anggaran cukup besar.
Terkini, ia menemukan Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak memberikan dukungan maksimal terhadap perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 terhadap program yang dijanjikan Prabowo saat kampanye pemilihan presiden 2024.
“Saya melihat ini berpotensi membahayakan Pak Prabowo dengan rencana anggaran yang diajukan Ibu Sri Mulyani untuk pangan bergizi gratis hanya sekitar Rp 70 triliun, sebelumnya lebih kecil lagi,” kata Syahganda seperti dikutip RMOL melalui kanal Youtube TV One, Sabtu (20/7).
Menurutnya, ketidakpastian anggaran program pangan bergizi gratis berpotensi menimbulkan kekacauan di negara ini. Sebab, pemerintah akan dicap tidak kompeten dalam menyusun APBN.
“Jadi wajar saja kalau Pak Prabowo ingin tahu secepatnya ke mana saja pos anggaran itu bisa direalokasikan saat beliau jadi presiden. Saya kira di situlah letak strateginya,” katanya.
Namun, Syahganda menilai Prabowo harus segera merampungkan pembentukan kabinet kerja terutama di bidang ekonomi.
Apalagi, ia menemukan wacana terkait rencana Prabowo untuk mengubah nomenklatur sejumlah direktorat di Kementerian Keuangan menjadi bagian dari kementerian lain atau bahkan berdiri sendiri.
“Setahu saya, mereka sudah membahas pemisahan Kementerian Keuangan menjadi tiga bagian. Ditjen Anggaran menjadi bagian dari Bappenas, Ditjen Pendapatan Negara terpisah, lalu ada Kementerian Keuangan seperti di Amerika sebagai bendahara negara saja,” jelasnya.
Dari pengamatannya selama ini, Syahganda menilai Prabowo sudah mulai menyusun strategi agar program-program yang akan dijalankannya benar-benar bisa terlaksana.
Sebab, sebelum dilantik, Syahganda mendapat pernyataan dari adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, yang mengklaim pemerintahan pasca-Jokowi akan menaikkan nilai utang hingga 50 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sementara itu, ia mendapati dampak pernyataan Hashim yang memunculkan sentimen negatif terhadap konstelasi ekonomi Indonesia.
“Pak Hashim Djojohadikusumo sudah berkali-kali mengatakan akan menambah beban utang kita menjadi 50 persen dari PDB, yang sebelumnya 30 persen dan sampai sekarang. Ini membuat geger dunia internasional. Seperti Morgan Stanley yang langsung memberikan rating (ekonomi) stagnan,” keluhnya.
Karenanya, Syahganda menduga penempatan keponakan Prabowo, Dimas Djiwandono, sebagai Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) merupakan bagian dari strategi Ketua Umum Partai Gerindra itu untuk menjaga stabilitas ekonomi menjelang pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia kedelapan.
Namun, ia meyakini sosok yang akan menjadi Menteri Keuangan di kabinet Prabowo bukanlah Dimas Djiwandono. Melainkan justru antitesis dari Sri Mulyani karena ia melihat target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan bukan angka yang kecil dan mudah dicapai.
“Menurut saya, ketika Pak Prabowo mengatakan yakin pertumbuhan kita bisa mencapai 8 persen, Menkeu ini jelas tidak seperti Pak Thomas, tetapi Menkeu ini harus orang yang sangat bisa dipercaya dan 100 persen berbeda dengan Sri Mulyani yang neoliberal,” tegasnya.
NewsRoom.id









