NewsRoom.id – Ketua DPP PDIP Deddy Sitorus mengaku sependapat dengan Rocky Gerung terkait sosok Presiden palsu Joko Widodo (Jokowi).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
“Saya tanya (Rocky), kenapa benci sama Jokowi? 'Oh, dia orangnya fake, semua yang dia lakukan itu untuk pencitraan'. Tapi kemudian saya banyak menemukan justifikasi dari sudut pandang dia, ya Jokowi fake banget,” kata Deddy dalam diskusi bertajuk '26 Tahun Reformasi Dihancurkan Presiden Jokowi' di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2024).
Bahkan, katanya, jika mengingat kembali momen saat Jokowi memilih naik kereta kuda pada 2014, ketimbang mobil antipeluru, masyarakat mendapat kesan bahwa presiden saat ini berasal dari rakyat biasa.
“Kami begitu terharu, ribuan orang menyambut beliau di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin menuju istana, dengan satu pikiran betapa dekatnya beliau dengan rakyat, tidak naik mobil antipeluru, beliau naik andong. Ternyata yang ada di benak beliau itu kereta api,” katanya.
Ia bahkan menyinggung meme yang tengah tren di media sosial terkait foto Jokowi di selokan.
“Jadi kemudian di media sosial kemarin banyak sekali meme yang muncul yang mengatakan 'kenapa saluran air tidak ditutup dari dulu'. Dulu saya marah, sekarang ikut-ikutan kan, kenapa saluran air tidak ditutup dari kemarin saja supaya kita tidak mengalami apa yang kita alami hari ini, kemundurannya luar biasa,” ungkapnya.
Ia mengaku baru menyadari kepalsuan Jokowi pada 2019, sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan hasil pemilu.
“Kita mulai sadar kalau Pak Jokowi itu palsu, itu tahun 2019, sehari setelah putusan MK, karena ada keputusan hasil pemilu. Pengacaranya diundang ke istana, dikiranya mau ngucapin terima kasih, diajak makan mungkin dikira mau jadi komisaris atau apa, tapi ternyata yang ditanya gimana caranya tiga periode, itu yang saya dengar dari salah satu orang yang hadir di acara itu,” tutur Deddy.
“Jadi ide tiga periode itu muncul hanya sehari setelah hasil pemilu 2019 ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi. Dan di situlah awalnya, kalau mau dibilang, menyandera demokrasi, membengkokkan hukum, dan sebagainya,” lanjutnya.
Dan sejak 2019, katanya, konglomerat oligarki mulai sering mendatangi Istana Bogor. “Karena di Istana Bogor (publik) tidak tahu. Kami dapat informasi itu dari orang dekat Jokowi. 'Sekarang Pak, kok minum kopi sama orang kaya, tidak sama rakyat lagi',” katanya.
“Jadi perubahannya sangat mendasar. Kita kembali ke era reformasi, semua kesalahan ada pada Soeharto, sekarang semua kesalahan ada pada Jokowi,” katanya.
NewsRoom.id