NewsRoom.id -Situasi suram akhirnya melanda bursa saham global pada pembukaan sesi perdagangan minggu ini. Seluruh indeks di Asia tampak tak berdaya dan anjlok brutal. Penurunan tajam indeks memang sudah diperkirakan sebelumnya, tetapi penurunan ekstrem itu tetap mengejutkan.
Serangkaian laporan yang berhasil dihimpun menyebutkan kepanikan investor di Wall Street akhir pekan lalu masih berlangsung. Hal itu terlihat dari pergerakan Indeks Wall Street pada sesi pra-pasar yang terus merosot. Pantauan tim riset RMOL menunjukkan Indeks DJIA anjlok hingga 1,4 persen pada sesi siang ini Waktu Indonesia Barat. Sementara itu, indeks S&P500 kembali anjlok hingga 2,5 persen dan indeks Nasdaq anjlok hingga 4,38 persen. Kepanikan yang terus berlanjut ini kemudian memicu kepanikan yang lebih besar di bursa saham utama Asia.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Pelaku pasar tampaknya berupaya lebih memperhatikan ketegangan geopolitik di Timur Tengah menyusul kematian pemimpin Hamas Ismail Haniyeh. Sentimen dari Timur Tengah ini makin berpadu dengan sentimen suram sebelumnya dari ancaman resesi di AS.
Tekanan jual ekstrem akhirnya tak terelakkan. Indeks Nikkei di Bursa Efek Jepang merosot setelah anjlok 12,4 persen ke level 31.458,42. Catatan menunjukkan, penurunan indeks Nikkei kali ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah bursa saham negeri matahari terbit itu.
Kejatuhan tragis Indeks Nikkei kali ini semakin didukung oleh melonjaknya nilai tukar Yen. Pasangan USDJPY tercatat turun hingga 3,7 persen ke kisaran 141,68. Catatan menunjukkan bahwa penurunan indeks Nikkei kini telah menghapus semua keuntungan yang tercatat sepanjang tahun ini. Investor di Asia tampaknya mengambil sikap panik yang berlebihan dengan mengkhawatirkan potensi resesi ekonomi AS.
Tekanan jual ekstrem juga melanda Bursa Efek Korea Selatan, di mana Indeks KOSPI terpangkas tajam hingga 8,77 persen hingga berakhir di level 2.441,55. Sementara itu, penurunan Indeks ASX 200 (Australia) masih lebih terkendali dengan anjlok tajam hingga 3,7 persen hingga menyentuh level 7.649,6.
Tragisnya, sesi perdagangan Asia memaksa pelaku pasar di Jakarta terseret kepanikan yang sama. Suntikan sentimen positif dari rilis pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,05 persen pada kuartal II tahun ini, justru berhasil menahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari penurunan yang lebih dalam. Hal itu terlihat dari posisi IHSG yang menutup sesi perdagangan pagi dengan penurunan tak sampai 2 persen. Kinerja pemerintahan Jokowi dalam pertumbuhan ekonomi sejatinya masih melegakan dan cukup mendapat respons dari investor dengan tertahannya IHSG. Namun, suramnya situasi bursa saham global membuat kinerja tersebut tak berarti apa-apa, dan kinerja pemerintahan Jokowi yang sudah senja pun ikut terseret ke dalam kegelapan.
Kondisi itu terlihat pada sesi perdagangan sore, pelaku pasar di Jakarta tak berdaya menghadapi gempuran sentimen global yang sangat ekstrem. Pergerakan IHSG akhirnya anjlok tajam. Hingga sesi perdagangan ditutup, IHSG terpangkas tajam hingga 3,4 persen di level 7.059,6. Pergerakan IHSG terlihat berusaha menggerus keterpurukan seusai sesi perdagangan sore, setelah sempat anjlok di bawah level psikologis pentingnya di level 7.000. Pantauan lebih detail, seluruh saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif diperdagangkan anjlok ke zona merah dan dalam rentang yang sangat tajam.
Di antaranya, BBRI anjlok 3,82 persen ke Rp 4.530, BMRI ambruk 3,3 persen ke Rp 6.575, BBNI anjlok 2,74 persen ke Rp 4.960, TLKM anjlok 2,1 persen ke Rp 2.790, BBCA anjlok 3,18 persen ke Rp 9.875, ASII anjlok 2,77 persen ke Rp 4.560, ADRO anjlok 6,92 persen ke Rp 3.090, UNTR anjlok 4,77 persen ke Rp 24.475, dan PTBA anjlok 5,88 persen ke Rp 2.560.
Saham-saham yang termasuk dalam sektor energi tampak memberikan kontribusi paling besar terhadap penurunan IHSG. Hal ini terlihat dari indeks sektor energi yang anjlok 4,94 persen ke level 2.356,9.
Laporan terkait dari pembukaan sesi perdagangan di bursa saham utama Eropa juga menunjukkan pergerakan suram yang sama. Semua indeks di benua biru berada di zona merah dengan latar belakang sentimen yang sama.
Pola berbeda terjadi di pasar uang, di mana nilai tukar Rupiah mampu konsisten masuk ke zona penguatan, seiring dengan pasar uang global. Namun, pergerakan penguatan Rupiah terlihat mulai tergerus pada pertengahan sesi perdagangan siang. Rupiah tercatat sempat melemah terhadap Dolar AS di kisaran Rp 16.119 namun kemudian berbalik ke kisaran Rp 16.185. Hingga sesi perdagangan siang ini berlangsung, Rupiah tercatat ditransaksikan di kisaran Rp 16.180 per Dolar AS atau menguat 0,09 persen.
Pola pergerakan Rupiah yang sangat fluktuatif terlihat sejalan dengan pasar uang global. Pantauan juga menunjukkan mata uang Ringgit Malaysia kembali menjadi Juara di Asia dengan mampu menghancurkan Dolar AS hingga 2,2 persen.
NewsRoom.id









