OLEH: TONY ROSYID*
SEPULUH nama calon gubernur telah diumumkan Partai Golkar, namun Ridwan Kamil belum dicantumkan. Golkar belum mengukuhkan calon gubernur di Jawa Barat dan Jakarta. Meski nama Ridwan Kamil semakin populer.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Gerindra mencalonkan Ridwan Kamil untuk maju di Jakarta. Mengapa? Karena Gerindra ingin Jawa Barat kosong dari Ridwan Kamil dan diisi oleh Dedi Mulyadi. Kader Gerindra yang siap maju sebagai gubernur Jawa Barat.
Jawa Barat sangat seksi, karena daerah ini memiliki pemilih terbanyak di Indonesia. Lebih dari 35 juta pemilih berada di Jawa Barat. Kekuasaan membutuhkan jumlah pemilih yang besar. Di sinilah kepentingan Gerindra diperjuangkan.
Ridwan Kamil ditarik ke Jakarta. Ini demi kepentingan Gerindra. Bagaimana dengan Golkar? Faktanya, Golkar belum mengumumkan calon gubernur untuk Jakarta.
Padahal, sudah ada 10 calon gubernur lainnya yang diumumkan. Apa maksudnya? Ada dua kemungkinan. Pertama, Golkar keberatan dengan pemindahan Ridwan Kamil dari Jawa Barat. Kedua, ada skenario yang disiapkan untuk Jakarta, bukan Ridwan Kamil.
Jika skenario ini yang terjadi, maka Ridwan Kamil bisa bernasib sama seperti Airin Rachmi Diany di Banten: tidak mendapat tiket mencalonkan diri sebagai gubernur.
Mari kita telusuri fakta politiknya. Dimulai dari putusan Mahkamah Agung Nomor 23/P/HUM/2024. Putusan Mahkamah Agung ini telah mengubah batas usia calon gubernur dari minimal 30 tahun saat pendaftaran menjadi minimal 30 tahun saat pelantikan.
Untuk siapa perubahan ini? Untuk semua orang yang berusia di bawah 30 tahun saat mendaftar untuk pemilihan gubernur, dan sudah berusia 30 tahun saat dilantik, termasuk Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Jokowi. Sekarang, Anda sudah mengerti maksudnya.
Mari kita telusuri fakta calon gubernur independen di Jakarta. Nama Dharma Pongrekun mencuat. Jenderal polisi purnawirawan bintang tiga ini sejak awal sudah mendaftarkan diri sebagai calon independen.
Seorang penganut Kristen taat yang awalnya tak dikenal, kemudian menjadi populer ketika banyak warga DKI yang KTP-nya dicuri mengaku sebagai pendukung jenderal polisi ini.
Siapa pun, apa pun asal usul, suku, dan agamanya, memiliki hak hukum untuk menjadi calon gubernur atau wakil gubernur di mana pun.
Satu pertanyaan politik: bagaimana peluang non-Muslim untuk terpilih dalam pemilihan gubernur Jakarta? Terutama sejak kasus penistaan agama terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Berbicara politik, ada kalkulasinya. Kalau ada orang tidak dikenal, non-Muslim (religius) dan berani maju dalam Pilgub DKI yang pemilihnya adalah Muslim militan dan Pileg dimenangkan PKS, disertai gegap gempita penjambretan KTP, bukankah ini menimbulkan pertanyaan?
Pertanyaan yang lebih mendasar: apakah semua ini ada hubungannya dengan wacana pencalonan Kaesang di Jakarta?
Belum lagi kemungkinan gagalnya pencalonan Anies Baswedan. Kalau Anda bilang: ini bukan soal pemblokiran, berarti Anda yakin tidak tahu apa-apa soal politik.
Oleh karena itu, Anda perlu melakukan dua hal. Pertama, pelajari teori dramaturgi Erving Goffman. Kedua, bergaullah dengan sumber-sumber A1. Kecuali Anda seorang politikus dan menjadi bagian dari para aktor. Anda dituntut untuk pandai berakting dan pandai menyusun kata-kata. Ini SOP.
Hambatan dalam politik itu biasa. Yang tidak biasa adalah jika dilakukan dengan praktik intimidasi dan kasus hukum. Maka, demokrasi dan konstitusi pun rusak. Ini ironis, karena akan berdampak jangka panjang bagi masa depan negara ini.
Setelah fakta politik ini, apakah karpet merah di Jakarta akan diberikan kepada Ridwan Kamil? Siapakah Ridwan Kamil?
Apalagi, Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, “dipaksa” mengundurkan diri usai menyusun daftar calon kepala daerah untuk pilkada.
Sekadar informasi, Hartarto, ayah Airlangga, merupakan anak angkat dan sosok yang dibesarkan oleh Soemitro, ayah Prabowo. Apakah ada kaitannya? Kita lihat saja setelah pelantikan presiden pada 20 Oktober nanti.
Kembali ke rencana calon gubernur Jakarta. Jika terjadi keadaan darurat, Ridwan Kamil bisa menjadi alternatif untuk maju di Jakarta.
Apa daruratnya? Pertama, Anies Baswedan masih bisa maju dalam pemilihan gubernur Jakarta. Kedua, PKS ngotot menolak Kaesang. Ini bisa jadi situasi krusial. Kalau darurat ini tidak terjadi, sulit membayangkan Ridwan Kamil melangkah di karpet merah yang sudah disiapkan untuk Jakarta.
*(Penulis adalah pengamat politik dan pengamat nasional)
NewsRoom.id









