NewsRoom.id – Ketua Mahkamah Agung (MA) Prim Hariyadi mengatakan putusan Komisi Yudisial (KY) terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya tidak membatalkan bebasnya Ronald Tannur.
Diketahui, terdakwa Gregorius Ronald Tannur (31), anak anggota DPR RI, diputus bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait kasus penganiayaan yang mengakibatkan seorang wanita dan kekasihnya, Dini Sera Afriyanti (29) meninggal dunia.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Prim mengatakan, dalam hal pembatalan putusan pengadilan, harus melalui mekanisme hukum yang berlaku.
Ia menjelaskan, putusan hakim juga dapat dibatalkan dengan menerbitkan putusan lembaga peradilan. Misalnya, melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
“Kalau mekanisme pembatalan (putusan) itu harus ada mekanisme hukumnya. Harus ada upaya hukum. Tidak mungkin pernyataan KY itu begitu saja membatalkan putusan, tidak mungkin,” kata Prim kepada wartawan di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor, Jawa Barat, Senin (26/8/2024) malam.
Prim kemudian menanggapi rekomendasi KY ke Mahkamah Agung dengan mengusulkan pembentukan Dewan Kehormatan Hakim sebagai tindak lanjut sanksi yang direkomendasikan Komisi Yudisial.
Ia mengatakan, tim pemantau dari Mahkamah Agung sudah turun untuk memeriksa laporan terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya tersebut.
Meski demikian, ia mengaku masih menunggu hasil pemeriksaan tim pengawas di Mahkamah Agung.
“Yang namanya MKH itu ada mekanismenya. Dan itu arahnya, kalau MKH itu sudah pemecatan, kalau terbukti ya,” ujarnya.
“Jadi menurut saya MKH sudah final. Karena ada sanksi ringan, sedang, dan berat. Nanti kita lihat bersama setelah pemeriksaan oleh pengawas,” imbuh Prim.
Sebelumnya, Komisi Yudisial (KY) menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait dengan putusan bebas Ronald Tannur.
Diketahui, terdakwa Gregorius Ronald Tannur (31), anak anggota DPR RI, diputus bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya terkait kasus penganiayaan yang mengakibatkan seorang wanita dan kekasihnya, Dini Sera Afriyanti (29) meninggal dunia.
Ketiga hakim selaku Termohon adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindio, dan Mangapul.
“Para Terlapor terbukti melanggar KEPPH (kode etik dan pedoman perilaku hakim), dengan klasifikasi tingkat pelanggaran berat,” kata Kepala Divisi Waskim dan Penyidikan KY, Joko Sasmita, dalam rapat konsultasi dengan Komisi III DPR RI, Jakarta, Senin (26/8/2024).
Joko mengatakan petikan putusan KY tersebut dibacakan dalam rapat seusai rapat pleno yang digelar pada Senin, 26 Agustus 2024 pukul 09.30 WIB.
Sidang paripurna dihadiri oleh seluruh tujuh anggota KY dan dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris.
Dalam putusannya, KY mendapati Termohon telah membacakan fakta hukum yang berbeda antara fakta hukum yang dibacakan di persidangan dengan fakta hukum yang tercantum dalam salinan putusan perkara Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby.
“Termohon telah membacakan pertimbangan hukum terkait unsur pasal-pasal dakwaan yang berbeda antara yang dibacakan di persidangan dengan pertimbangan hukum yang tercantum dalam salinan putusan perkara Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby,” terang Joko.
Lebih lanjut, imbuhnya, Para Hakim Terlapor juga telah membacakan pertimbangan hukum terkait sebab meninggalnya korban Dini Sera Afrianti yang berbeda dengan hasil visum et repertum dan keterangan Ahli Dr. Renny Sumino, dari RSUD Dr. Soetomo yang telah disampaikan di persidangan dan juga berbeda dengan apa yang tercantum dalam salinan putusan.
Dikatakannya, Para Termohon dalam sidang pembacaan putusan tidak pernah mempertimbangkan, menyebutkan dan/atau memberikan penilaian terhadap alat bukti berupa CCTV di area parkir basement Lenmarc Mall yang diajukan Jaksa Penuntut Umum, namun demikian pertimbangan alat bukti berupa CCTV tersebut muncul dalam pertimbangan hukum Para Termohon.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Sidang Pleno berpendapat bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh Para Terlapor tergolong pelanggaran berat dan Majelis Sidang Pleno Komisi Yudisial RI telah bermusyawarah dan sepakat untuk menjatuhkan sanksi yang seberat-beratnya kepada Para Terlapor,” ujar Joko.
Selanjutnya, kata Joko, Komisi Yudisial akan mengirimkan surat kepada Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, perihal Usulan Pembentukan Dewan Kehormatan Hakim, yang ditembuskan kepada Presiden, Ketua DPR-RI, Ketua Komisi III DPR-RI, dan Para Terlapor.
“Komisi Yudisial juga akan memantau usulan sanksi MKH yang telah disampaikan ke Mahkamah Agung,” ujarnya.
NewsRoom.id