– Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah memastikan efek gas air mata hanya membuat mata perih dan tidak membahayakan. Gas air mata tersebut sebelumnya ditembakkan untuk membubarkan aksi unjuk rasa Jateng Bergerak di Jalan Pemuda, Semarang.
Gas air mata tidak hanya mengenai mahasiswa atau pengunjuk rasa. Banyak warga sipil termasuk anak-anak di sekitar Jalan Pemuda juga merasakan dampaknya.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Dalam video yang beredar, sejumlah anak yang hendak mengaji juga terkena gas air mata. Mereka terlihat membungkuk di sebuah musala dengan wajah yang diolesi pasta gigi. Ada seorang anak yang terlihat memeluk temannya, dan seorang anak lainnya menutup wajahnya dengan kain. Musala tersebut berada di sebuah gang dekat Jalan Pemuda.
“Gas air mata pasti akan menimbulkan rasa sakit sementara. Itu sebenarnya tidak berbahaya, hanya sementara, yang sudah terbiasa akan baik-baik saja, tetapi yang baru pertama kali terkena akan kaget, tetapi setelah satu atau dua menit akan hilang lagi,” kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto saat ditanya ihwal banyaknya warga sipil yang terpapar gas air mata, Selasa (27/8).
Ia pun menegaskan, pembubaran massa aksi dengan menggunakan gas air mata sudah sesuai prosedur.
“Kemarin kami sudah menerapkan SOP,” katanya.
Selain itu, hingga hari ini belum ada laporan warga sipil yang terluka dalam demonstrasi kemarin.
“Tidak ada yang terluka (warga sipil), belum ada laporan,” kata Artanto.
Unjuk rasa Jateng Bergerak di depan Balai Kota Semarang pada Senin (26/8) berakhir ricuh. Polisi melepaskan tembakan gas air mata dan memukul mundur para demonstran di sepanjang Jalan Pemuda.
Para demonstran yang terdiri dari mahasiswa STM dan mahasiswa melemparkan kayu, batu, dan pecahan pot ke halaman balai kota. Mereka juga merusak dan mengambil kamera pengintai.
Selain berhasil merobohkan pagar, massa juga mencoret-coret tembok balai kota dan merusak pot bunga di sekitar balai kota.
Bahaya Gas Air Mata
Dikutip dari laman yankes.kemkes.go.id, gas air mata merupakan senyawa kimia yang dapat membuat orang kehilangan kemampuan melihat sementara waktu, sehingga menimbulkan iritasi pada mata, mulut, tenggorokan, paru-paru, dan kulit.
Gas air mata dapat disimpan dalam bentuk semprotan atau granat.
Meskipun disebut gas, sebenarnya ia adalah bubuk yang akan melayang ke udara sebagai kabut halus dan biasanya digunakan untuk membubarkan kerumunan atau sekelompok orang yang dianggap ancaman.
Kandungan Gas Air Mata
Gas air mata mengandung 2-Chlorobnzalden Malononitrile (CS). Selain itu, juga menggunakan Chloroacetophenone (CN), Bromobenzyl cyanide (BBC) atau Camite (CA), Chloropicrin (PS), dan Benzodiazepine (BDZs) dengan kombinasi beberapa bahan lainnya.
Gas air mata disemprotkan dan menghasilkan kabut putih. Jadi, senyawa dalam gas air mata dengan cepat menimbulkan rasa sakit.
Sementara itu, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Tjandra Yoga Aditama memaparkan mengapa gas air mata sangat berbahaya.
“Secara umum dapat menimbulkan dampak pada kulit, mata, paru-paru, dan saluran pernapasan,” kata Tjandra dalam keterangannya.
Gejala akut pada paru-paru dan saluran pernapasan dapat berupa sesak dada, batuk, rasa tercekik di tenggorokan, batuk, mengi, dan sesak napas.
“Pada kondisi tertentu, gangguan pernapasan bisa saja terjadi. Masih terkait dampak pada paru-paru, mereka yang sudah mengidap asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) jika terpapar gas air mata bisa mengalami sesak napas akut yang kemungkinan bisa berujung pada gagal napas,” terang Tjandra.
Selain saluran pernapasan, katanya, gejala lainnya adalah rasa terbakar di mata, mulut, dan hidung. Kemudian bisa juga penglihatan kabur dan kesulitan menelan.
“Beberapa jenis luka bakar kimia dan reaksi alergi juga dapat terjadi,” kata Tjandra.
Tjandra mengatakan gas air mata juga dapat menimbulkan efek kronis jangka panjang.
“Meskipun dampak utama gas air mata adalah dampak akut yang terjadi seketika, ternyata pada kondisi tertentu, dampak kronis dan berkepanjangan dapat terjadi. Terutama jika paparan berlangsung lama, dalam dosis tinggi, dan terutama jika di ruangan tertutup,” pungkas Tjandra.
NewsRoom.id