NewsRoom.id – Salah satu ancaman bagi narapidana Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Rutan KPK adalah dikurung dalam kamar jika tidak membayar iuran. Hal itu dialami oleh mantan Kepala Bidang Pendaftaran, Penyuluhan, dan Penilaian Kanwil DJP Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Wawan Ridwan.
Wawan mengaku diminta membayar Rp140 juta agar tak dikurung di sel tahanan KPK. Hal itu terungkap saat Wawan dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam kasus pemerasan di Rutan KPK.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Wawan mengaku membayar iuran selama 10 bulan dan pembayarannya dilakukan secara bertahap. Ia mengatakan pembayaran awal sebesar Rp 20 juta.
“Berapa kali saudara menyetorkan setoran rutin setiap bulan sebesar Rp20 juta?” tanya jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 9 September 2024.
“Saat itu, 4 bulan pertama Rp 20 juta. Kalau tidak salah, dua bulan berikutnya Rp 15 juta,” jawab Wawan.
Wawan mengatakan, pembayaran awal dilakukan melalui rekening istrinya, kemudian disalurkan melalui penasihat hukum. Ia menegaskan, saat memasuki bulan ketujuh pembayaran iuran, dirinya hanya perlu membayar Rp 10 juta.
“Bulan ketujuh dan kedelapan masing-masing Rp10 juta dan bulan berikutnya Rp5 juta,” kata Wawan.
“Sampai September, berapa lama Saudara akan membayar uang Rp 5 juta itu?” tanya jaksa.
“Saya masuk bulan November sampai September, seingat saya saya mendekam di Lapas Guntur selama 10 bulan,” kata Wawan.
Kemudian jika ditotal, kata Wawan, iuran yang sudah dibayarkan mencapai Rp 140 juta. Ia pun menyinggung konsekuensi jika tidak membayar uang iuran.
“Seingat saya jumlahnya Rp 140 juta,” kata Wawan.
Salah satu terpidana kasus suap pajak dengan pejabat Ditjen Pajak, Angin Prayitno, mengatakan dirinya akan dikurung di sel tahanan KPK jika tidak membayar iuran. Iuran yang dibayarkan Wawan itu pun dilakukan karena terpaksa.
“Apa akibatnya bagi narapidana yang tidak membayar ganti rugi kerugian negara?” tanya jaksa.
“Waktu Yoory sama Taufa bilang kalau saya penghuni lapas di sana, ya saya harus bayar, kalau tidak bayar, sel saya dikunci. Itu kata Yoory sama Taufa,” kata Wawan.
“Mengapa saudara menuruti permintaan petugas melalui Yoory?” tanya jaksa.
“Saya sedih, tertekan, dan pikiran saya kacau karena saya terlibat kasus hukum, jadi saya hadapi saja,” jawab Wawan.
“Apakah Anda menuruti perintahnya di bawah tekanan?” tanya jaksa.
“Saya terpaksa memenuhinya karena pikiran saya juga sedang kacau,” kata Wawan.
Ke-15 eks pegawai Rutan KPK yang didakwa adalah mantan Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, mantan Pj Kepala Rutan KPK 2018 Deden Rochendi, mantan Pj Kepala Rutan KPK Cabang 2021 Ristanta, dan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK tahun 2018. -2022, Hengki. Kemudian mantan petugas di Rutan KPK yakni Eri Angga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ramadhan Ubaidillah.
Jaksa menjelaskan, aksi pemerasan di Rutan KPK tersebut dilakukan sejak Mei 2019 hingga Mei 2023. Aksi pemerasan yang dilakukan mantan pegawai Rutan KPK tersebut dinilai telah melanggar ketentuan Undang-Undang, Peraturan KPK, dan Peraturan Dewan Pengawas KPK.
“Secara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangannya, yaitu para terdakwa selaku petugas Rutan KPK telah menyalahgunakan kewenangan atau wewenangnya terkait dengan penerimaan, penempatan, dan pembebasan narapidana serta melaksanakan pengawasan terhadap keamanan dan ketertiban narapidana selama dalam tahanan,” kata jaksa.
“Yang mana bertentangan dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan; Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 7 huruf i Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan; Pasal 3, Pasal 11, Pasal 24, dan Pasal 25 Peraturan KPK Nomor 01 Tahun 2012 tentang Penanganan Tahanan di Rumah Tahanan KPK; Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK,” sambungnya.
Sebanyak 15 mantan pegawai lapas KPK dinilai memperkaya diri dari hasil pemerasan yang dilakukannya. Jaksa menilai mereka melanggar Pasal 12 huruf e UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
“Melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang saling berkaitan sedemikian rupa sehingga dianggap sebagai perbuatan yang berkesinambungan, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain,” kata jaksa.
Rincian keuntungan masing-masing terdakwa kasus pemerasan di Rutan KPK adalah sebagai berikut:
1. Deden Rochendi sejumlah Rp. 399.500.000
2. Hengki totalnya Rp. 692.800.000
3. Jumlah total Ristanta adalah Rp. 137.000.000
4. Eri Angga Permana totalnya Rp. 100.300.000
5. Sopian Hadi totalnya Rp. 322.000.000
6. Achmad Fauzi totalnya Rp. 19.000.000
7. Agung Nugroho sebesar Rp. 91.000.000.
8. Ari Rahman Hakim totalnya Rp. 29.000.000
9. Muhammad Ridwan totalnya Rp. 160.500.000
10. Mahdi Aris totalnya Rp. 96.600.000
11. Suharlan totalnya Rp. 103.700.000
12. Ricky Rachmawanto totalnya Rp. 116.950.000
13. Wardoyo totalnya Rp. 72.600.000
14. Muhammad Abduh berjumlah Rp. 94.500.000
15. Ramadhan Ubaidillah Total Rp. 135.500.000
NewsRoom.id