NewsRoom.id – Terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2024 tentang Barang yang Dilarang Ekspor yang menjadi payung hukum legalisasi eksploitasi pasir laut disesalkan banyak pihak.
Pasalnya, pengerukan pasir laut Indonesia hanya menguntungkan segelintir pengusaha reklamasi dan merugikan nelayan.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
“Eksploitasi pasir laut hanya menguntungkan segelintir pengusaha reklamasi. Ini memperburuk ketimpangan,” kata ekonom Indef Bhima Yudhistira kepada Kantor Berita Politik dan Ekonomi RMOL, Senin (16/9).
Bhima menjelaskan, pasir laut juga banyak mengandung biota yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan.
“Yang jelas, kawasan sekitar penambangan pasir laut itu akan sulit dilalui nelayan,” kata Bhima.
Menurutnya, aktivitas pengerukan pasir laut yang dimanfaatkan para pengusaha reklamasi akan merugikan nelayan dan masyarakat pesisir.
“Artinya, pendapatan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi penambangan pasir laut akan menurun tajam,” kata Bhima.
Bhima menegaskan, jika ada yang mengatakan masyarakat bisa menjadi perajin atau buruh angkut pasir laut, maka itu salah besar.
“Pendapatan itu hanya sementara, kalau pasir laut sudah dikeruk habis, para pekerja akan menjadi pengangguran,” pungkas Bhima.
Diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah resmi membuka keran ekspor pasir laut.
Sebelumnya, selama 20 tahun, pengiriman pasir laut ke luar negeri merupakan kegiatan ilegal.
Kegiatan legalisasi pengerukan dan pengiriman pasir laut dari wilayah Indonesia untuk dijual ke luar negeri diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2024 tentang Barang yang Dilarang di Ekspor.
Regulasi lainnya adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
NewsRoom.id