NewsRoom.id – Sejumlah tokoh dipanggil Presiden terpilih RI, Prabowo Subianto, ke kediamannya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (27/9/2024), jelang pengumuman para menteri di kantornya. . kabinet.
Dari sejumlah tokoh yang dipanggil, ada Edhy Prabowo yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Edhy diketahui pernah tersangkut kasus korupsi saat menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan.
Ia ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada 25 November 2020 dini hari.
Edhy tidak sendirian. Ia ditangkap bersama istrinya, Iis Rosyati Dewi, serta sejumlah pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan, sekembalinya dari kunjungan kerja ke Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat (AS).
Dia dan enam orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait izin budidaya ikan, usaha atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya pada tahun 2020.
Usai ditetapkan sebagai tersangka, Edhy meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia.
Prabowo Akan Bentuk Kabinet Zaken, Apa Artinya dan Begini Tanggapan PPP
Diakui Edhy, kasus yang menjeratnya merupakan kecelakaan.
Mantan anggota DPR RI ini pun berjanji akan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Saya mohon maaf kepada seluruh masyarakat, khususnya masyarakat nelayan yang mungkin telah dikhianati,” kata Edhy saat itu, seperti dilansir Kompas.com.
Sidang perdana Edhy digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 15 April 2021.
Dia mengaku tidak bersalah pada sidang dakwaan. Edhy pun mengaku lalai karena tidak mampu mengontrol anak buahnya.
“Saya tidak merasa salah dan saya tidak punya kewenangan atas hal itu,” aku Edhy.
“Yang perlu diperhatikan adalah saya bertanggung jawab atas kejadian di pelayanan saya, saya tidak lari dari tanggung jawab, tapi saya tidak bisa mengendalikan semua kesalahan yang dilakukan staf saya.”
“Sekali lagi kesalahan mereka adalah kesalahan saya karena saya lalai,” jelasnya.
Pada 15 Juli 2021, Edhy divonis lima tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp9,68 miliar dan 77 ribu dolar AS subsider dua tahun penjara.
Selain itu, Majelis Hakim juga mencabut hak politik Edhy selama tiga tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pokok.
Edhy dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.
Dia dianggap menerima suap terkait izin pengolahan budidaya lobster dan ekspor benur lobster (BBL) sebesar Rp 25,7 miliar dari eksportir benur lobster.
Hukumannya diperberat oleh PT DKI, namun disunat oleh MA
Edhy Prabowo mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta setelah divonis lima tahun penjara.
Namun bandingnya ditolak dan hukumannya ditingkatkan menjadi sembilan tahun penjara.
Hakim PT DKI Jakarta pun mewajibkan Edhy membayar ganti rugi sebesar Rp9,68 miliar dan 77 ribu dollar AS.
Hakim PT DKI Jakarta juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada Edhy, yakni berupa pencabutan haknya untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah menyelesaikan hukuman pokok.
Namun Edhy mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA) karena tidak menerima keputusan PT DKI Jakarta.
Oleh MA, hukuman Edhy diperberat menjadi sembilan tahun, disunat hingga “tersisa” lima tahun penjara pada 7 Maret 2022.
Edhy juga harus membayar denda Rp400 juta subsider enam bulan penjara.
Tak hanya mengurangi hukuman penjara, MA juga mengurangi masa perampasan hak politik Edhy dari tiga tahun menjadi dua tahun.
Dalam pertimbangannya, hakim beralasan hukuman Edhy dikurangi karena hakim tingkat banding tidak mempertimbangkan hal yang meringankan bagi Edhy.
Menurut hakim, Edhy dinilai telah bekerja dengan baik sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Pelepasan Bersyarat
Pada Agustus 2023, Edhy Prabowo akan bebas bersyarat.
Pembebasan bersyarat Edhy saat itu ditegaskan dalam Protokol Direktorat Jenderal Keamanan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Deddy Eduar Eka Saputra.
“Pada 18-08-2023, yang bersangkutan dibebaskan setelah mendapat Surat Keputusan Pembebasan Bersyarat (PB) dengan nomor: PAS-1436.PK.05.09 Tahun 2023 tanggal 17 Agustus 2023,” kata Deddy, Rabu (29/11/2023). ). ) .
Selama bersyarat, lanjut Deddy, Edhy diharuskan melapor ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Ciangir, Banten.
Pembebasan bersyarat diberikan karena Edhy dinilai berperilaku baik selama menjalani masa penjara.
Sebelumnya, selama menjalani hukuman, yang bersangkutan telah berperilaku baik berdasarkan Sistem Penilaian Perkembangan Narapidana dan mendapat remisi total selama 7 bulan 15 hari, pungkas Deddy.
NewsRoom.id