NewsRoom.id – Sudin (52), guru mengaji yang menganiaya lima muridnya di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, meninggal dunia pada Selasa (8/10/2024) malam.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Pelaku meninggal dunia saat menjalani masa tahanan di Mapolrestabes Metro Bekasi.
“Yang meninggal dunia atas nama S yang merupakan pelaku yang merupakan seorang guru mengaji,” kata Kepala Seksi Humas Polres Metro Bekasi AKP Akhmadi kepada wartawan di Kabupaten Bekasi, Rabu (9/ 10/2021). 2024).
Kronologi
Akhmadi mengatakan, awalnya Sudin dilaporkan mengalami sesak napas oleh seorang warga binaan yang satu sel dengan pelaku.
Kemudian, penjaga lapas langsung memeriksa kondisi Sudin dan melaporkannya ke Dokter Kesehatan (Dokkes) Polres Metro Bekasi.
Tadi malam (Selasa, 8 Oktober 2024) saya sesak napas, dan ada teman sesama narapidana yang memberi keterangan kepada penjaga lapas, kata Akhmadi.
Selanjutnya, Sudin dilarikan ke RS Polri, Kramatjati, Jakarta Timur, untuk mendapat perawatan lebih lanjut.
“Sesampainya di sana (RS Polri) pelaku dinyatakan meninggal dunia,” kata Akhmadi.
Usai dinyatakan meninggal, jenazah Sudin langsung dikembalikan ke kediamannya di Desa Karangmukti, Kecamatan Karanghapi, Kabupaten Bekasi. Pihak keluarga enggan mengautopsi jenazah Sudin.
Kakak istri almarhum meminta agar jenazahnya dibawa pulang. Keluarga menerima kematian korban, kata Akhmadi.
Tidak mati karena penyiksaan
Akhmadi membantah Sudin meninggal karena disiksa. Dia membenarkan pelaku meninggal dunia karena sakit.
Tidak ada (penyiksaan), murni korban (meninggal karena) sakit, kata Akhmadi.
Sedangkan Sudin ditahan polisi sejak 24 September 2024. Ia meninggal dunia pada hari ke-16 penahanan dalam kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Diberitakan sebelumnya, Polres Metro Bekasi menangkap Sudin dan Muhammad Hadi Sopyan, ayah dan anak yang berprofesi sebagai guru mengaji di Kabupaten Bekasi.
Keduanya ditangkap karena diduga menganiaya lima siswanya yang masih di bawah umur.
Berdasarkan pemeriksaan polisi, tempat belajar yang dikelola kedua tersangka bukanlah pesantren, melainkan tempat belajar biasa.
Namun karena menerapkan sistem semalam, warga setempat menyebutnya sebagai pesantren.
Atas perbuatannya, kedua pelaku dijerat Pasal 81 UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
NewsRoom.id