NewsRoom.id – Propam Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) memeriksa Supriyani, Katiran dan wali kelas korban, Lilis, pada Rabu (6/11/2024).
Pemeriksaan itu dilakukan untuk mengungkap kesalahan prosedur penyidikan personel Polsek Baito.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Diketahui, kasus dugaan pengeroyokan siswa SD di Baito, Konawe Selatan terjadi pada Rabu 24 April 2024.
Lilis menjadi saksi kunci dalam kasus ini karena ia mengajar di kelas korban.
Ia mengaku dicecar 16 pertanyaan terkait waktu kejadian dan keberadaannya.
Jadi ada 16 pertanyaan penyidik mengenai waktu kejadian hari Rabu, jelasnya.
Lilis membenarkan tidak ada kasus pengeroyokan karena ia mengajar di kelas korban atau kelas 1A hingga jam pulang.
“Sampai jam 10 anak-anak pulang, tidak terjadi apa-apa. “Bu Supriyani juga mengajar di Kelas 1B,” ujarnya.
Pada Jumat 26 April 2024, pihak sekolah mendapat informasi adanya kasus pemukulan dari orang tua korban.
“Kata orang tua D, anaknya dipukul oleh ibu Supriyani. “Terus saya tanya baju apa, Pak Bowo jawab baju batik,” ujarnya.
Menurut Lilis, korban mengatakan cedera pada kakinya karena terjatuh di sawah dan tidak terkena pukulan.
“Terus saya bilang baju batik itu hari Rabu dan Kamis. Lalu aku bertanya lagi pada anak itu apa penyebab lukamu, katanya terjatuh di sawah.”
“Saya tanya lagi soal lukanya, Pak Bowo sudah mengeluarkan ponselnya,” lanjutnya.
Dalam proses penyidikan, Lilis sempat dipanggil sebanyak tiga kali ke Polsek Baito untuk dimintai keterangan.
“Pernah saya dimintai keterangan saat masih Pak Jefri, tapi dua kali saat saya jadi Pak Amirudin, saya dua kali memberi keterangan,” ujarnya.
Supriyani Bongkar Pungli
Propam Polda Sultra menemukan indikasi ada dua anggota polisi yang meminta uang perdamaian.
Supriyani kemudian diperiksa selama 4 jam untuk mengungkap pelanggaran yang dilakukan penyidik.
Ditemani kuasa hukumnya, Supriyani masuk ruang pemeriksaan pada pukul 13.25 WITA dan keluar pada pukul 17.32 WITA.
Sebanyak 30 pertanyaan dilontarkan penyidik Propam Polda Sultra.
Supriyani mengaku ditanyai kronologi pengeroyokan dan tuntutan uang yang dilakukan petugas Polsek Baito.
“Yang ditanyakan adalah permasalahan atau dugaan pelecehan yang terjadi di sekolah,” ujarnya.
Ia membenarkan, Kapolsek Baito, Ipda IM meminta uang sebesar Rp. 2 juta uang perdamaian selama proses penyidikan masih berjalan.
“Saya bilang, saya minta Rp 2 juta ke Kapolsek Baito. “Dan awalnya kepala desa memberikannya kepada saya, lalu suami saya bilang, Kapolsek mau Rp 2 juta,” ujarnya.
Penyidik Polsek Baito pun meminta uang sebesar Rp50 juta dan mengancam akan menyerahkan berkas perkara ke Kejaksaan jika tidak dibayar.
“Kalau Rp 50 juta, penyidik akan langsung datang ke rumah. Sampaikan kepada saya dan suami bahwa masalah ini tidak bisa diselesaikan secara damai dan penyidik akan terus menyerahkannya ke kejaksaan. terselesaikan,” lanjutnya.
NewsRoom.id