NewsRoom.id -Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menindaklanjuti jika terdapat indikasi main-main dalam putusan hakim praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang menggugurkan status tersangka Gubernur Kalimantan Selatan. (Kalimantan Selatan), Sahbirin Noor.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, masih terlalu dini KPK menyatakan akan berkoordinasi dengan Komisi Yudisial (KY) terkait putusan Hakim Tunggal Afrizal Hady yang menyatakan KPK menetapkan Sahbirin Noor sebagai tersangka. . tersangka melakukan perbuatan sewenang-wenang dan menyatakan Surat Perintah tidak sah. Investigasi (Sprindik).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Apalagi, belakangan ini publik tengah menyoroti isu hakim yang diduga menerima suap dalam kasus Ronald Tannur.
“Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berkoordinasi dengan KY terkait kejadian yang terjadi di MA belakangan ini, tapi tentunya semua informasi, jika ada, akan diterima dan ditindaklanjuti. tunggu updatenya,” kata Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa, 12 November 2024.
Dia menjelaskan, hingga saat ini KPK masih memiliki pandangan profesional terhadap putusan hakim, meski tidak sejalan dengan keinginan KPK.
Sekali lagi, jika ada informasi atau indikasi ada permainan di sana, tentu KPK tidak segan-segan menindaklanjutinya, kata Tessa.
Meski begitu, lanjutnya, hingga saat ini KPK belum menerima informasi adanya permainan dalam putusan dimaksud. Apalagi jika ada hubungannya dengan keponakan Sahbirin Noor, Haji Isam, seorang pengusaha pertambangan berpengaruh.
“Iya kita tunggu saja updatenya,” pungkas Tessa.
Siang tadi, Hakim Tunggal Afrizal Hady membacakan putusan permohonan praperadilan yang diajukan Sahbirin Noor selaku pemohon, terhadap Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai termohon.
Menerima dan mengabulkan sebagian gugatan praperadilan Sahbirin Noor. Menyatakan tindakan terdakwa yang menetapkan pemohon sebagai tersangka merupakan tindakan sewenang-wenang, kata Hakim Tunggal Afrizal Hady.
Hakim Afrizal menyatakan penetapan Sahbirin Noor sebagai tersangka oleh KPK tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Menyatakan Sprindik tidak sah, tegas Hakim Afrizal.
Pada Minggu, 6 Oktober 2024, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Sebanyak 17 orang diamankan dalam kegiatan tersebut.
Dari OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti berupa uang Rp. 12.113.160.000 (Rp 12,1 miliar) dan 500 dollar AS yang merupakan bagian dari fee 5 persen untuk Sahbirin terkait pekerjaan lain di Dinas PUPR Pemprov Kalsel.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 7 orang sebagai tersangka, yakni Sahbirin Noor selaku Gubernur Kalsel, Ahmad Solhan selaku Kepala Dinas PUPR Pemprov Kalsel, Yulianti Erlynah selaku Kepala Bidang Cipta Karya dan pejabat pembuat komitmen. (PPK).
Selanjutnya Ahmad selaku pengurus rumah Tahfidz Darussalam dan penagih uang, Agustya Febry Andrean selaku Pj Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel, Sugeng Wahyudi selaku pihak swasta, dan Andi Susanto selaku pihak swasta.
Namun KPK baru resmi menahan 6 tersangka pada Senin 7 Oktober 2024. 1 tersangka lainnya yakni Sahbirin Noor lolos dari OTT KPK. KPK juga melarang Sahbirin Noor melarikan diri ke luar negeri selama 6 bulan ke depan terhitung 7 Oktober 2024.
Dalam kasusnya, tersangka Wahyudi dan Andi mendapatkan 3 paket pekerjaan di Dinas PUPR Pemprov Kalsel Tahun 2024, yaitu paket pekerjaan pembangunan lapangan sepak bola di kawasan olahraga terpadu Provinsi Kalsel dengan penyedia terpilih. PT Wiswani Kharya Mandiri (WKM) dengan nilai pekerjaan Rp 23.248.949.136 (Rp 23,24 miliar).
Berikutnya paket pekerjaan pembangunan Samsat Terpadu dengan penyedia terpilih PT Haryadi Indo Utama (HIU) dengan nilai pekerjaan Rp 22.268.020.250 (Rp 22,26 miliar), dan pembangunan kolam renang di kawasan olah raga terpadu Provinsi Kalimantan Selatan dengan penyedia terpilih CV Bangun Banua Bersama (BBB) dengan nilai pekerjaan Rp 9.178.205.930 (Rp 9,17 miliar).
Dalam prosesnya juga dilakukan rekayasa pengadaan agar tersangka Wahyudi dan tersangka Andi terpilih sebagai penyedia paket pekerjaan, yaitu membocorkan HPS dan kualifikasi perusahaan yang diperlukan untuk lelang, merekayasa proses seleksi e-katalog agar hanya perusahaan Wahyudi dan Andi. bisa mengajukan penawaran, konsultan perencana terafiliasi dengan tersangka Wahyudi, dan pengerjaan sudah dilakukan sebelum kontrak.
Terdapat pungutan sebesar 2,5 persen untuk pejabat pembuat komitmen (PPK) dan 5 persen untuk Sahbirin.
NewsRoom.id