NewsRoom.id – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengomentari dikabulkannya permohonan praperadilan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Sahbirin Noor atau Paman Birin terkait penetapan tersangka kasus korupsi. sebuah kasus korupsi. kasus dugaan suap proyek Pelayanan PUPR Tahun Anggaran 2024.
Boyamin mengatakan, pihaknya sudah memperingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memasukkan dan mengumumkan Paman Birin ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Kata dia, upaya ini agar Paman Birin tidak bisa mengajukan praperadilan terkait penetapan status tersangka.
Namun Boyamin mengatakan permintaannya tidak dilaksanakan lembaga antirasuah dengan alasan Paman Birin masih dicari.
“Saya dari awal minta DPO dikeluarkan agar ada bukti hitam putih. Karena dengan adanya DPO, maka gugatan praperadilan yang diajukan Paman Birin dinyatakan tidak sah dan tidak diterima.
Tapi nyatanya saya beberapa kali tanya ke DPO, jawabannya (KPK) masih dikejar, masih berjalan, ujarnya kepada Tribunnews.com, Rabu (13/11/2024).
Boyamin juga menjelaskan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menerbitkan DPO terhadap Paman Birin agar Ketua DPD Golkar Kalsel bisa ditangkap siapa pun, termasuk masyarakat, jika kedapatan.
Dia mengatakan, saat Sahbirin Noor hadir pada apel pagi di Kantor Gubernur Kalsel di Banjarbaru, Senin (11/11/2024), seharusnya menjadi momen penangkapan jika KPK mengeluarkan surat DPO.
Namun nyatanya hal tersebut tidak bisa dilakukan.
Tak hanya itu, Boyamin mencatat ada kesalahan prosedur yang dilakukan KPK saat menetapkan Sahbirin Noor sebagai tersangka berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Kata dia, merujuk pada keputusan tersebut, seharusnya KPK memeriksa terlebih dahulu Paman Birin sebagai saksi dan tidak langsung menetapkannya sebagai tersangka.
Sementara Paman Birin tidak pernah diperiksa sebagai saksi, ia langsung ditetapkan sebagai tersangka meski alasannya serangkaian OTT.
Padahal, itu bukan bagian dari OTT. Praperadilan hanya penyidikan, rangkaian OTT-nya tidak jelas karena tersangka baru diketahui setelah melalui proses lain, jelas Boyamin.
Lebih lanjut, Boyamin menyindir KPK dinilai kewalahan menangani kasus korupsi ini jika melihat kemenangan Paman Birin di praperadilan.
“KPK kacau sekali,” singkatnya.
Sahbirin Noor Menangkan Praperadilan, Ditetapkan Tersangka Ilegal
Sebelumnya, hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Afrizal Hady mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor.
Karena itu, hakim menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan KPK tidak sah.
Alasan yang diajukan pemohon cukup beralasan menurut hukum, oleh karena itu patut dikabulkan, kata hakim Afrizal dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2024).
Hakim Afrizal melanjutkan, permohonan kedua, ketiga, keempat, dan kelima harusnya dikabulkan.
Sedangkan permohonan keenam, ketujuh, dan kedelapan harus ditolak karena membatasi kewenangan penyidik dan bukan kewenangan lembaga peradilan, tegasnya.
Menimbang permohonan praperadilan dikabulkan, lanjut Hakim Afrizal, beban perkara ditanggung terdakwa.
“Pengadilan menyatakan menolak eksepsi terdakwa untuk seluruhnya. Pokok perkara menerima dan mengabulkan sebagian permohonan praperadilan Sahbirin Noor,” jelas majelis hakim.
Sahbirin Noor diketahui ditetapkan tersangka oleh KPK karena diduga terlibat kasus penerimaan suap dan atau gratifikasi.
Ketua DPD Golkar Kalsel itu diduga terlibat dalam pengelolaan proyek di Departemen Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang bersumber dari dana APBD Pemprov Kalsel Tahun Anggaran 2024.
Total ada tujuh tersangka yang ditetapkan KPK terkait kasus ini, termasuk Sahbirin Noor, yaitu:
1. Sahbirin Noor (Gubernur Kalimantan Selatan)
2. Ahmad Solhan (Kepala PUPR Provinsi Kalimantan Selatan)
3. Yulianti Erlynah (Kepala Dinas Cipta Karya dan PPK)
4. Ahmad (bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, sekaligus penghimpun uang/sumbangan)
5. Agustya Febry Andrean (Pj Kepala Urusan Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan)
6. Sugeng Wahyudi (pribadi)
7. Andi Susanto (pribadi)
Sahbirin Noor diduga menerima fee sebesar 5 persen terkait pengelolaan proyek. Nilainya saat ini mencapai Rp 1 miliar.
Uang tersebut berasal dari Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto terkait pekerjaan yang mereka peroleh yaitu pembangunan Lapangan Sepak Bola Kawasan Olah Raga Terpadu, pembangunan Kolam Renang Kawasan Olah Raga Terpadu, dan pembangunan Gedung Samsat.
NewsRoom.id