Purbaya tidak sama dengan Dedi Mulyadi

- Redaksi

Kamis, 30 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Erizal

BERUNTUNG Purbaya Yudhi Sadewa, berbeda dengan Dedi Mulyadi, diibaratkan Joko Widodo alias Jokowi. Dedi Mulyadi sedang naik daun dan populer dikatakan banyak orang, termasuk Rocky Gerung, adalah Mulyono Jilid II. Mulyono Jilid I, siapa lagi kalau bukan Jokowi. Dedi Mulyadi juga bisa mengakhirinya.

Dulu, Jokowi dikritik banyak pihak. Bisa dipastikan, bukan Jokowi yang salah, namun banyak pihak yang mengkritiknya, padahal kritik tersebut ada benarnya. Kini sebaliknya, siapa pun yang mengkritik Jokowi dijamin benar, meski kritik tersebut salah.

Di situlah ruginya Dedi Mulyadi disamakan dengan Jokowi, karena bisa jadi ujungnya buruk. Hanya keledai yang mau masuk ke lubang yang sama. Ini berarti bahwa orang tidak melihat apa yang mereka lakukan sebagai sesuatu yang tulus. Hanya sebuah gambar. Bahkan, bisa jadi berbeda dengan Jokowi.

Dulu, apalagi IKN dan Kereta Cepat Whoosh, mobil Esemka pun diyakini banyak orang yang dijual Jokowi. Kini, apalagi mobil Esemka, banyak yang tak percaya dengan ijazahnya, padahal sudah diakui UGM dan Bareskrim melalui uji forensik. 99,9% palsu kata Roy Suryo cs.

Alangkah ruginya Dedi Mulyadi jika disamakan dengan Jokowi saat ini. Kalau yang pertama, maka menguntungkan. Banyak kepala daerah yang meniru gaya Jokowi, meski tidak semuanya beruntung. Membuat orang tersipu, mereka juga tersipu. Blusukan Jokowi tetap menggunakan bansos, tidak hanya menggunakan tangan kosong.

Secara pribadi, tidak ada yang bisa dibandingkan antara Dedi Mulyadi dan Jokowi. Dedi Mulyadi orator, Jokowi bukan. Kalau ditanya wartawan jawabannya panjang, jawaban Jokowi singkat. Faktanya, itu tidak dijawab sama sekali. Ya, tapi belum. Bagaimana bisa Dedi Mulyadi melakukan hal itu?

Pendukung Dedi Mulyadi sepertinya tak suka idolanya disamakan dengan Jokowi. Namun pendukung Jokowi nampaknya justru sebaliknya. Mungkin agar sosok Jokowi masih terlihat relevan. Padahal, di setiap zaman, tidak hanya masyarakatnya yang berbeda-beda, tetapi juga ciri-cirinya.

Tak hanya pendukung Jokowi yang tampak ingin dekat dengan tokoh populer seperti Dedi Mulyadi. Gibran Rakabuming Raka juga terlihat seperti itu. Ia mendekat ke arah Dedi Mulyadi sambil melaju. Bahkan, saat Purbaya lepas landas, ia ikut-ikutan menyatakan mendukung gaya blak-blakan Purbaya. Entah apa maksudnya dukungan Wakil Presiden itu?

Pengalaman memenangkan tiga pemilu presiden, termasuk gubernur dan wali kota, membuat Jokowi dan pendukungnya tahu persis sosok mana yang dipuji. Jika bertemu dengan karakter seperti itu, lebih baik mendekat daripada menjauh, apalagi berkelahi. Selera pemilih terhadap pemimpin mungkin sudah hapal di luar kepala. Kekuasaan adalah candu.

Beruntung Purbaya karena tak seperti Dedi Mulyadi yang disamakan Jokowi. Bagaimana Purbaya dan Jokowi bisa dibandingkan? Seperti langit dan bumi. Purbaya juga bisa menjadi penyakit bagi Jokowi. Padahal, Purbaya lebih sebanding dengan Prabowo.

Ucapkan dengan lantang, apa adanya, tanpa berterus terang. Apa yang dirasakan di hati itulah yang tersampaikan. Bukan harimau yang ada di perutnya, tapi kambing juga yang keluar. Entah apa yang ada di perut Jokowi dan yang keluar anaknya bisa jadi Wakil Presiden. Purbaya dan Prabowo lebih mudah ditafsirkan. Lurus dan tidak banyak belokan.

Bukan masyarakat saja yang menilai, jika Purbaya diserang orang lain seperti Jokowi dan Dedi Mulyadi, tapi Purbaya sendiri. Purbaya yang ada relawannya, apalagi buzzernya. Bahkan, Dedi Mulyadi langsung menyerang dan langsung melakukan serangan balik, tanpa mempedulikan persepsi masyarakat.

Sayangnya Dedi Mulyadi tak mau mengakui kesalahannya. Mengakui kesalahan bagi seorang pemimpin populer tidaklah mudah. Namun Purbaya hanya santai saja dan tidak peduli lagi.

Jokowi pun sedikit membenarkan dirinya saat menyebut angkutan umum seperti Whoosh tidak mencari keuntungan. Sedikit dibenarkan, karena mungkin dia tahu banyak kesalahan dalam hal tersebut.

Hasan Nasbi yang ikut mengkritik tidak berkutik. Hal ini tidak akan terjadi pada Jokowi di masa lalu. Jadi kalau fenomena Dedi Mulyadi masih bisa disamakan dengan Jokowi, Purbaya tidak bisa. Sangat berbeda.

Purbaya bukan fenomena masuk selokan atau membersihkan sungai. Dia menjelaskan sesuatu yang rumit dengan cara yang sederhana sehingga semua orang dapat memahaminya. Ini adalah permainan otak yang tidak bisa dimainkan oleh otak kosong. Bukan juga olah raga kesana kemari melihat gerak tubuh dan simbol-simbol politik yang multitafsir.

Kelemahannya, masyarakat menuntut lebih banyak dari Purbaya, bahkan melebihi semua yang dikatakannya. Namun hal ini juga bisa menunjukkan bahwa ia benar-benar bekerja tanpa ada agenda apa pun.

Berbeda sekali dengan Jokowi dan mungkin juga Dedi Mulyadi, ia tidak meminta banyak pada awalnya, namun pada akhirnya terbukti mengambil lebih banyak dari yang ia minta.

Purbaya dengan enteng menolak bergabung dengan partai politik dan memilih fokus pada pekerjaan yang diberikan Presiden. Tapi nanti kita tidak akan pernah tahu.

Direktur Penelitian & Konsultasi ABC

NewsRoom.id

Berita Terkait

Generasi Selanjutnya? Pemasar Melihat Melampaui X, Y, Z, Dan Bahkan Alfa
Meditasi Memiliki Efek Samping yang Berpotensi Berbahaya. Inilah Yang Menurut Para Ilmuwan Harus Anda Ketahui
Molekul Otak yang Hilang Mungkin Menyimpan Rahasia Meningkatkan Kognisi pada Sindrom Down
Rusia Klaim Torpedo Nuklir Poseidon Mampu Lumpuhkan Amerika: Kekuatan Peledaknya 100 Megaton
Pelatihan Al-Qur'an Al Akbariyah: Peningkatan Kompetensi Guru Al-Qur'an dengan Metode Akbariyah
Abercrombie & Fitch Goes Western Dengan Kolaborasi Chemo Brand Sabe
Bagaimana AI Menyelamatkan Teleskop Webb NASA senilai $10 Miliar dari Penglihatan Buram
Gelombang Rahasia Matahari yang Berapi-api Ditemukan Setelah 80 Tahun Pencarian

Berita Terkait

Jumat, 31 Oktober 2025 - 00:01 WIB

Generasi Selanjutnya? Pemasar Melihat Melampaui X, Y, Z, Dan Bahkan Alfa

Kamis, 30 Oktober 2025 - 23:30 WIB

Meditasi Memiliki Efek Samping yang Berpotensi Berbahaya. Inilah Yang Menurut Para Ilmuwan Harus Anda Ketahui

Kamis, 30 Oktober 2025 - 22:59 WIB

Molekul Otak yang Hilang Mungkin Menyimpan Rahasia Meningkatkan Kognisi pada Sindrom Down

Kamis, 30 Oktober 2025 - 22:28 WIB

Rusia Klaim Torpedo Nuklir Poseidon Mampu Lumpuhkan Amerika: Kekuatan Peledaknya 100 Megaton

Kamis, 30 Oktober 2025 - 21:57 WIB

Pelatihan Al-Qur'an Al Akbariyah: Peningkatan Kompetensi Guru Al-Qur'an dengan Metode Akbariyah

Kamis, 30 Oktober 2025 - 19:22 WIB

Bagaimana AI Menyelamatkan Teleskop Webb NASA senilai $10 Miliar dari Penglihatan Buram

Kamis, 30 Oktober 2025 - 18:51 WIB

Gelombang Rahasia Matahari yang Berapi-api Ditemukan Setelah 80 Tahun Pencarian

Kamis, 30 Oktober 2025 - 18:20 WIB

Samafitro Memperluas Bisnis ke Komunikasi Radio Profesional Melalui Kemitraan dengan Hytera

Berita Terbaru