KOTA ACEH – Manuver Relawan Pro Jokowi (Projo) yang mengutarakan niatnya bergabung ke Partai Gerindra sekaligus mengubah logo siluet wajah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menuai spekulasi luas di kalangan masyarakat.
Pengamat Komunikasi Politik Hendri Satrio menilai langkah tersebut tidak bisa dianggap sebagai perpisahan biasa, melainkan strategi Jokowi untuk menyusupkan pengaruhnya ke Gerindra.
“Menurut saya, sangat mungkin strategi yang dilakukan Jokowi adalah dengan menyusupkan Projo ke dalam Gerindra, agar Jokowi juga paham bagaimana arah dan strategi Gerindra ke depan,” kata Hensa, Senin (11/3/2025).
Hensa menjelaskan, manuver tersebut merupakan strategi di depan publik, di mana Projo terkesan berpisah dengan Jokowi.
Namun, ia mengingatkan catatan sejarah Projo yang pernah 'mengrajuk' dan terancam bubar, namun akhirnya bertahan karena Ketua Umum Budi Arie Setiadi diangkat menjadi Wakil Menteri Desa saat itu.
“Orang mungkin mengira Projo ngambek. Saya kira tidak, orang Projo pasti tahu bahwa mereka harus berterima kasih kepada Jokowi,” ujarnya.
Hensa juga mengingatkan masyarakat akan kepiawaian Jokowi dalam bermanuver politik, sehingga ia menilai hal itu murni bersifat strategis.
Bisa jadi seolah-olah dipisahkan. Padahal itu strategi memperkuat gagasan Jokowi sebelumnya, Prabowo-Gibran 2 istilah, katanya.
Menurut dia, Projo sengaja “disusupi” untuk mempengaruhi keputusan internal Gerindra, sekaligus memantau strategi Prabowo Subianto dan partainya dalam dua periode ke depan.
Hati-hati Gerindra. Bisa jadi Projo adalah kuda Troya Jokowi bagi Gerindra yang sengaja disusupi agar keinginan Jokowi terkait periode Prabowo-Gibran 2 benar-benar terwujud, tegas Hensa.
Ia juga menyinggung munculnya pesaing Gibran Rakabuming Raka seperti Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang popularitasnya melejit karena kinerjanya.
Apalagi sekarang Gibran punya pesaing bernama Purbaya. Untuk mengantisipasinya, bisa saja Projo melakukan manuver itu, ujarnya.
Perubahan logo Projo yang rencananya akan diubah menjadi semut yang melambangkan rakyat kecil, dinilai Hensa merupakan bagian dari “drama” atau pertunjukan politik.
“Jadi Gajah Vs Semut itu tandanya terbaca seolah-olah sedang berpisah, padahal politik yang sebenarnya tidak bisa muncul di permukaan atau terlihat, kalau yang terjadi di depan disebut drama atau pertunjukan politik,” tutupnya.
NewsRoom.id

					





						
						
						
						
						

