KOTA ACEH – Tim kuasa hukum mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, Tabrani Abby menyatakan nama Najeela Shihab masuk dalam WhatsApp Group (WAG) kliennya. Menurut dia, hal itu sebagaimana tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Nadiem Makarim.
Ia menjelaskan, Grup WA ini awalnya bernama Edu.org dan didirikan pada Juli 2019, tak lama setelah Nadiem menerima telepon dari Joko Widodo, Presiden terpilih RI saat itu, bahwa dirinya akan dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebagaimana tertuang dalam BAP Nadiem Makarim, berdasarkan rencana pengangkatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), dibuatlah Grup WA yang berisi para ahli dan orang-orang berkompeten yang mungkin bisa bergabung ketika ia dilantik. Dalam Grup WA Edu.org, Nadiem menyebut beberapa nama seperti Jurist Tan, Fiona, dan Najeela Shihab.
Setelah Nadiem dilantik, Grup WA berganti nama menjadi Tim Inti Mas Menteri. Berisi pakar, tokoh, dan tim staf khusus Nadiem. Tabrani menegaskan, Grup WA yang dibentuk sebelum Nadiem menjadi Mendikbudristek adalah hal biasa.
“Sudahlah mau jadi menteri, di kantor saya pun kalau mau proyek baru, buatlah WAG juga. Dari WAG Nadiem faktanya bisa dilihat, dibaca dan disampaikan dengan jujur. Ada WAG Edu.org sebelum Nadiem jadi menteri, kemudian berubah menjadi Tim Inti Mas Menteri setelah dilantik. Dan WAG itu namanya Najeela. Itu juga penjelasan Pak Nadiem,” kata Tabrani kepada wartawan, Senin (10/11).
Pada kesempatan terpisah, Najeela mengaku satu Grup WA dengan Nadiem Makarim. Menurutnya, konten di Grup WA terdiri dari mitra pendidikan independen dan eksternal.
“Saya bersama puluhan orang lainnya berada di beberapa grup WhatsApp bersama Nadiem Makarim serta mitra pendidikan independen dan eksternal, serta pejabat kementerian selain Nadiem Makarim,” ujarnya.
Sementara Nadiem Makarim terlibat dalam proyek pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, khususnya daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), dengan anggaran Rp 9,3 triliun.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan laptop yang dibeli menggunakan sistem operasi Chrome atau Chromebook. Namun kebijakan tersebut dinilai kurang efektif dalam mendukung pembelajaran di daerah 3T yang sebagian besar belum memiliki akses internet yang memadai.
Selain Nadiem, Kejaksaan Agung juga menetapkan empat tersangka lainnya. Mereka adalah Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020–2021, Sri Wahyuningsih sebagai Direktur SD Kemendikbudristek 2020–2021, mantan staf khusus Mendikbud, Jurist Tan, dan mantan konsultan teknologi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ibrahim Arief.
Berdasarkan perhitungan awal, akibat perbuatan para tersangka tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp1,98 triliun. Kerugian tersebut terdiri dari dugaan penyimpangan pengadaan item software berupa Content Delivery Management (CDM) sebesar Rp480 miliar dan praktik mark up harga laptop yang diperkirakan mencapai Rp1,5 triliun.
NewsRoom.id









