– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan ekspos atau gelar perkara terkait penyidikan dugaan korupsi pengadaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) balita dan ibu hamil di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu mengatakan, kasus tersebut sudah dijalankan.
Meski demikian, dia menyatakan masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan tim penyidik sebelum kasus ini bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan.
“Terakhir kita paparan soal tambahan makanan, masih ada yang perlu kita lengkapi di sana dari segi tambahan makanan,” kata Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (11/10/2025).
Asep menjelaskan, salah satu fokus utama KPK saat ini adalah memperoleh bukti fisik berupa sampel biskuit hasil pengadaan. Sampel ini sangat krusial untuk pengujian kandungan nutrisi sebenarnya di laboratorium.
“Kami sedang mencari barangnya (sampel biskuit), karena bahannya juga harus kami periksa,” kata Asep.
“Itu yang kita cari saat ini, kita sedang mencari sampelnya, mudah-mudahan ada sampelnya dan kita uji juga,” imbuhnya.
Asep mengungkapkan, dugaan modus korupsi dalam kasus ini adalah pengurangan komponen nutrisi utama pada biskuit termahal tersebut. Ia mengistilahkan komponen ini dengan sebutan “pertamax” yang mengacu pada campuran vitamin dan protein (premix).
“Kalau dari segi nutrisinya ada 'pertamax'. Jadi kandungan vitamin dan proteinnya ada dan itu paling mahal,” jelas Asep.
KPK menduga racikan berkhasiat tinggi itu dikurangi drastis, bahkan dihilangkan sama sekali. Untuk memenuhi volume produksi, adonan biskuit kemudian dikembangkan dengan bahan-bahan yang jauh lebih murah seperti tepung dan gula.
“Akibatnya, biskuit yang seharusnya berfungsi untuk menurunkan angka stunting kehilangan nutrisi penting. Nah, kalau campurannya dikurangi, apalagi kalau dihilangkan, yang tersisa hanyalah tepung dan gula. Ini tidak akan berdampak pada kesehatan balita, tetap stunting ya tetap stunting seperti itu karena kandungan nutrisinya tidak ada,” kata Asep.
Asep mengatakan, saat ini KPK hanya memiliki bukti tertulis mengenai komposisi yang seharusnya ada dalam adonan, bukan bukti fisik biskuit tersebut. “Yang ada saat ini adalah konten dalam bentuk tulisan,” ujarnya.
Perkembangan tersebut menunjukkan bahwa meski pada September 2025 kasus ini dikatakan siap untuk naik penyidikan, namun hasil kasus terbaru ini menyoroti perlunya alat bukti uji laboratorium yang lengkap sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi dapat melangkah lebih jauh, termasuk menentukan apakah akan menggunakan penyidikan umum (tanpa tersangka) seperti yang direncanakan sebelumnya.
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan RI Aji Muhawarman buka suara terkait kasus korupsi makanan tambahan untuk balita dan ibu hamil. Menurut Aji, kasus dugaan korupsi ini tidak terjadi pada era Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Kasus tersebut terjadi pada periode 2016-2020, sebelum era kepemimpinan Menteri Kesehatan Budi Sadikin. Kami mengapresiasi dan menyerahkan proses pengusutan kasus ini yang dilakukan sesuai kewenangan KPK, kata Aji.
Diketahui, Menteri Kesehatan periode 2016 hingga 2020 yang menjabat ada dua orang. Pertama, Nila Moeloek sebagai Menteri Kesehatan periode 27 Oktober 2014 hingga 20 Oktober 2019. Berikutnya ada Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang menjabat periode 23 Oktober 2019 dan 23 Desember 2020.
Kementerian Kesehatan, lanjut Aji, juga telah melakukan pengawasan terhadap kasus dugaan tersebut dan telah melaporkan hasilnya kepada Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meningkatkan tata kelola dan kepatuhan terhadap peraturan.
Kementerian Kesehatan siap menerima konsekuensi hukum jika terbukti bersalah dan menyerahkan seluruh hasil penyelidikan kepada pihak yang berwajib.
“Jika terbukti ada pelanggaran hukum, tentu harus kita ikuti proses penindakan hukum selanjutnya,” kata Aji.
NewsRoom.id









