KOTA ACEH – Gubernur Aceh Muzakir Manaf meminta Musyawarah Provinsi (Musprov) Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh ditunda. Permintaan tersebut disampaikan melalui surat resmi berlogo burung Garuda nomor 400.14.41/18179 tertanggal 23 November 2025 yang ditujukan kepada Ketua PMI di Jakarta dan ditandatangani secara elektronik.
Dalam surat tersebut, Muzakir Manaf yang juga Pelindung PMI Aceh mempertanyakan informasi rencana pelaksanaan Musprov PMI Aceh pada 25–26 November 2025 di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah. Jika informasinya benar, dia meminta Musprov dijadwal ulang.
“Jika informasinya benar maka akan dilaksanakan pada tanggal 25 s/d 26 November 2025, maka kami selaku Pelindung PMI Aceh berharap Musprov PMI Provinsi Aceh ditunda dan dijadwalkan ulang pada waktu yang tepat sesuai ketentuan yang berlaku,” tulis Muzakir Manaf yang akrab disapa Mualem dalam suratnya.
Surat tersebut segera ditembuskan kepada Ketua PMI Aceh, Ketua Dewan Kehormatan PMI Aceh, dan Ketua PMI Kabupaten/Kota se-Aceh.
Surat Gubernur Aceh Muzakir Manaf perihal penundaan Musprov PMI Provinsi Aceh ditujukan kepada Ketua PMI di Jakarta. FOTO/Ist.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Pengarah (SC) Musprov PMI Aceh Zulmahdi Hasan membenarkan hal tersebut KOTA ACEH pada hari Senin tanggal 24 November 2025 memberikan penjelasan mengenai kedudukan surat permohonan Gubernur dalam perspektif Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PMI.
Dalam penjelasannya, Zulmahdi menyampaikan bahwa Gubernur mempunyai kedudukan sebagai Pelindung PMI Provinsi sesuai dengan Pasal 17 PMI AD, dengan tugas mengkoordinasikan dan membina penyelenggaraan Palang Merah. Namun, kata dia, jabatan tersebut bukanlah jabatan pengambil keputusan tertinggi yang dapat membatalkan Musprov.
Dijelaskannya, Musyawarah Provinsi merupakan kewenangan tertinggi PMI di tingkat provinsi sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 1 AD PMI. Oleh karena itu, keputusan untuk menyelenggarakan, menunda, atau membatalkan Musprov merupakan kewenangan internal organisasi melalui mekanisme Rapat Paripurna Pengurus PMI Provinsi atau Musyawarah Luar Biasa, sesuai dengan AD/ART dan peraturan organisasi.
Zulmahdi menilai, surat Gubernur bisa dilihat sebagai masukan atau bagian dari koordinasi. Meski demikian, PMI, kata dia, tetap harus berpegang pada mekanisme organisasi.
Surat Gubernur merupakan permohonan/saran, bukan perintah wajib yang mengikat secara hukum organisasi untuk membatalkan Musprov, mengingat Musprov merupakan kedaulatan organisasi, ujarnya.
Ditegaskannya, AD/ART PMI tidak memberikan kewenangan kepada Gubernur untuk membatalkan Musprov secara sepihak. Keputusan tersebut, menurutnya, tetap berada di tangan pimpinan PMI Aceh yang bertanggung jawab.
Namun permintaan Gubernur bisa menjadi bahan pertimbangan, apalagi jika didasarkan pada alasan yang sah untuk koordinasi atau perlindungan (misalnya keamanan atau bencana), kata Zulmahdi.
Di sisi lain, lanjutnya, seluruh undangan untuk mengikuti Musprov sudah beredar dan sebagian peserta sudah ada di Takengon. Oleh karena itu, pihaknya akan membawa surat Gubernur tersebut untuk dibahas pada Rapat PraMusprov PMI Aceh.
“Dan karena semua undangan untuk mengikuti Musprov PMI Aceh sudah beredar, maka sebagian peserta Musprov PMI hari ini sudah ada di kota tempat Musprov diadakan. Maka semua keputusan tersebut akan kami sampaikan dan diskusikan pada Rapat Pra Musprov PMI Aceh,” kata Zulmahdi Hasan yang juga merupakan Panitia Pengarah Musprov PMI Aceh. ()
NewsRoom.id









