– Isu dugaan adanya bandara ilegal di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah, kembali menyita perhatian publik.
Mantan Staf Khusus Menteri ESDM Said Didu pun angkat bicara dengan menjelaskan sejumlah dugaan penyimpangan dalam proses pembangunan dan pengoperasian kawasan tersebut.
Menurut Said Didu, sejak 2015 dirinya meninjau langsung kawasan IMIP saat menjabat staf khusus Menteri ESDM saat itu, Sudirman Said.
Ia mengungkapkan, pembangunan smelter IMIP dilakukan berdasarkan izin Kementerian Perindustrian, bukan Kementerian ESDM, padahal peraturan saat itu mengharuskan pembangunan smelter hanya boleh dilakukan oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Saat itu perusahaan belum punya IUP, tapi sudah dibangun smelter besar. Ini yang kita sebut pembangunan yang masuk lewat jendela, bukan pintu,” kata Said Didu, dikutip dari kanal YouTube Manusia Merdeka, Rabu 26 November 2025.
Dia menilai kawasan itu dibangun sejak awal melalui skema yang menghindari aturan ESDM, sekaligus memanfaatkan momentum larangan ekspor bijih nikel yang diberlakukan pemerintah pada tahun-tahun berikutnya.
Setelah smelter IMIP beroperasi, pemerintah kemudian mengeluarkan aturan larangan ekspor bijih.
Said Didu menilai kebijakan ini secara tidak langsung “menyalurkan” pasokan bijih dari tambang rakyat ke IMIP yang mayoritas dimiliki asing.
“Pada akhirnya semua bijih hanya bisa dijual ke IMIP. Ini menimbulkan monopoli terselubung karena merekalah satu-satunya pembeli,” ujarnya.
Said juga menyoroti fasilitas besar yang diberikan pemerintah, seperti pembebasan pajak, kemudahan mendatangkan tenaga kerja asing, dan proses percepatan infrastruktur di sekitar kawasan industri.
Hal lain yang ditegaskan adalah adanya pelabuhan besar milik IMIP yang dinilai rentan menjadi bukaan masuknya tenaga kerja asing tanpa pengawasan ketat.
“Saya tidak tahu apakah bea cukai dan imigrasi benar-benar ada dan berfungsi di pelabuhan itu. Potensi keluar masuknya TKA melalui jalur laut sangat besar,” ujarnya.
Bahkan, Said mengungkapkan, tenaga kerja untuk pekerjaan pokok seperti pemasangan batu bata didatangkan dari China.
Terkait isu “bandara ilegal” yang muncul belakangan ini, Said Didu mengatakan IMIP memang memiliki bandara sendiri yang letaknya persis di sebelah kawasan industri.
Dijelaskannya, selain bandara milik pemerintah yang berjarak sekitar 60-80 km dari kawasan industri, memang ada bandara besar yang sedang dibangun di kawasan IMIP.
Menurut dia, ada kemungkinan bandara tersebut beroperasi tanpa status hukum yang jelas.
“Saya tidak tahu izin operasionalnya apa, tapi bandaranya besar dan sangat memudahkan pekerja untuk keluar masuk,” ujarnya.
Said Didu mengatakan kawasan industri pertambangan dan smelter di bawah pemerintahan Joko Widodo berkembang menjadi seperti “negara di dalam negara” karena sangat tertutup dan bebas dari pengawasan masyarakat.
Ia mencontohkan kawasan pertambangan lainnya seperti Teluk Weda di Maluku Utara yang memiliki kawasan industri, pelabuhan, dan bandara swasta yang menurutnya sulit diakses masyarakat umum.
Dalam kunjungannya ke Morowali pada tahun 2015 dan 2025, Said mengaku tidak melihat adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat meski nilai ekspor nikel mencapai ribuan triliun rupiah.
“Mal terbesar masih hanya minimarket. Mobil baru hampir tidak ada. Infrastruktur publik belum berkembang signifikan. Nikel yang keluar ribuan triliun, tapi yang masuk ke daerah hanya puluhan miliar,” ujarnya.
Said Didu juga menyinggung temuan KPK terkait dugaan penyelundupan bijih nikel sebanyak 5,3 juta ton senilai sekitar Rp14,5 triliun.
Data ini disebut tidak tercatat di sistem Indonesia, melainkan tercatat di China.
Ia menduga penyelundupan tersebut kemungkinan terjadi melalui pelabuhan khusus milik IMIP karena volume dan aktivitas ekspor yang besar terkonsentrasi di kawasan tersebut.
Said Didu mengapresiasi langkah Satgas Pengendalian Kawasan Hutan yang dipimpin Jenderal TNI (Purn) Safri Samsudin yang kini menyoroti kasus bandara di IMIP.
Ia berharap persoalan ini membuka pintu untuk mengusut dugaan pelanggaran lain yang terjadi di sektor pertambangan selama beberapa tahun terakhir.
Saya berharap rezim baru benar-benar mengungkap seluruh skandal pertambangan, mulai dari Morowali, Teluk Weda, Maluku Utara, Papua, hingga Kalimantan, ujarnya.
NewsRoom.id








