– Rekaman percakapan di lokasi banjir di Kabupaten Bireuen membuat heboh masyarakat.
Dalam video yang beredar, Bupati Bireuen Mukhlis Takabeya bersama Kapolres Bireuen sedang meninjau lokasi terdampak. Dilaporkan dari Ini.com
Namun pernyataan bupati tersebut menjadi sorotan karena dinilai tidak sejalan dengan kondisi warga yang masih berjuang untuk pulih.
Saat warga mengharapkan adanya diskusi mengenai bantuan dan langkah pemulihan cepat, Bupati Mukhlis justru menyinggung potensi perkebunan sawit di wilayah terdampak banjir.
Ia mengatakan, tekstur tanah di lokasi tersebut tergolong halus dan dinilai kurang cocok untuk dijadikan bahan bangunan, namun ideal untuk ditanami kelapa sawit.
Ucapan tersebut langsung memicu reaksi beragam. Banyak warga dan netizen yang mempertanyakan relevansi pernyataan tersebut di tengah keadaan darurat.
Mereka menilai fokus utama saat ini harus tetap pada pemulihan pascabencana, peningkatan akses warga, dan penanganan kerusakan akibat banjir yang melumpuhkan sejumlah daerah.
Beberapa warga yang berada di lokasi tampak bingung arah pembicaraan.
Mereka masih bergelut dengan lumpur, barang rusak, dan terputusnya akses.
Harapan masyarakat sederhana saja: mendapat kepastian penyaluran bantuan, normalisasi jalur, dan dukungan pemulihan pascabencana.
Situasi di lapangan menunjukkan banyak rumah dan fasilitas yang terdampak lumpur tebal, dan sebagian warga masih bertahan di posko pengungsian.
Kondisi ini memerlukan kehadiran aparat untuk memberikan empati, bimbingan pemulihan, dan pengambilan keputusan yang cepat terkait kebutuhan mendesak.
Momen tersebut kemudian menjadi viral dan ramai diperbincangkan. Masyarakat menilai komentar pejabat, terutama saat terjadi bencana, mempunyai pengaruh besar terhadap psikologi warga.
Mereka mengingatkan, apapun yang disampaikan di tengah masa sulit akan dijadikan sebagai sinyal prioritas pemerintah.
Di tengah keadaan darurat seperti ini, masyarakat berharap para pemimpin turun langsung dan fokus pada pemulihan, bukan pembahasan teknis yang tidak terkait langsung dengan penyintas.
Meskipun analisis karakteristik tanah mungkin relevan dalam konteks pembangunan jangka panjang, penyampaiannya dianggap terlalu dini ketika penduduk masih dalam masa pemulihan dari bencana.
Pernyataan tersebut juga memicu diskusi tentang perlunya para pejabat untuk lebih berhati-hati dalam memberikan komentar, terutama di lokasi bencana dimana masyarakat berada dalam tekanan emosional.
Empati sederhana, seperti menanyakan kondisi warga atau memastikan bantuan segera datang, dinilai jauh lebih bermakna.
Hingga saat ini, warga berharap proses pemulihan di Bireuen dapat berjalan cepat dengan dukungan pemerintah.
Mereka ingin memperbaiki akses jalan, memperbaiki fasilitas dan penanganan jangka panjang agar bencana serupa tidak terulang kembali. ***
NewsRoom.id









