Oleh : Damai Hari Lubis
Pemerhati KUHP (Kebijakan Hukum dan Politik Umum)
Selasa, 16/12/2025 penulis tiba di Solo, kemudian keesokan harinya penulis berkunjung ke rumah seorang tokoh dermawan Solo yang berani menampung kami para pengacara aktivis Jakarta setiap minggunya di tahun 2023 selama berbulan-bulan, guna melakukan advokasi di Pengadilan Negeri Surakarta terhadap 2 orang aktivis pejuang Bambang Tri Mulyono/BTM dan Gus Nur yang mengalami “praktik kriminalisasi pada masa Jokowi berkuasa”, lalu sehari setelah kehadiran penulis di Solo. (Kamis, 18/12/2025) yang juga didampingi tokoh dermawan, menyempatkan diri berziarah ke Dusun Ngruki, Cemani, Grogol hingga kediaman ustadz yang agung dan terkenal serta super tabah, Ustad Abu Bakar Ba'asyir.
Selama di Solo, penulis dihubungi oleh Ketua TPUA, rekan senior tokoh aktivis muslim Eggi Sudjana, yang sebelum menelepon, ia mengirimkan foto surat larangan bepergian ke luar negeri. Surat larangan tersebut dikeluarkan Direktorat Jenderal Imigrasi karena alasan hukum. Dia (Eggi) ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polda Metro Jaya karena TPUA yang dipimpinnya mewakili tudingan masyarakat terhadap Jokowi yang menggunakan ijazah Sarjana UGM palsu melalui jalur hukum. gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (2023) dan laporan terhadap Jokowi (2024) melalui DUMAS Mabes Polri, keduanya merupakan perbuatan hukum yang dimaksud penulis secara kebetulan sebagai perancangnya (perdata dan pidana).
Oleh karena itu, alasan Eggi menelepon penulis adalah untuk menanyakan, “Apakah penulis (DHL) yang juga salah satu dari 8 orang TSK tersebut menerima surat larangan yang dimaksud”, sehingga penulis menjawab, “Saya belum menerimanya.”
Kemudian rekan senior tersebut menginformasikan “ada 2 (dua) orang yang tidak jelas namun mengaku petugas yang menghubunginya melalui telepon, isi pembicaraannya terkait dengan status TSK agar bisa ‘diselesaikan’ sehingga disarankan untuk menyampaikan permintaan maaf kepada Jokowi.”
Kemudian penulis menanggapi aktivis muslim senior tersebut, “Bahkan, penulis beberapa kali dihubungi oleh advokat seperti Termul sebelum pemanggilan ketiga untuk membuat BAP di Reskrim Polda Metro Jaya, pesannya penulis membuat pernyataan permintaan maaf.”
Nah, terkait kejadian 'saran minta maaf' yang harus kami berdua lakukan, sejenak kami saling bertanya, “Apa yang salah atau salah yang (kami) lakukan berdua terhadap sosok pribadi Jokowi?
Sebaliknya, menurut kami, apabila “saran permintaan maaf” dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut ditujukan kepada kami (TPUA) terkait segala “perilaku negatif” yang dilakukan Jokowi ketika menjadi Presiden RI ke-7 atau saat ini menjabat sebagai penyelenggara negara di PT Danantara, maka saran tersebut adalah anomali karena bertentangan karena segala upaya hukum “peran serta masyarakat” yang kami (TPUA) lakukan, selain berdasarkan fakta hukum. disertai dengan data empiris, juga karena hak-hak hukum yang dimiliki setiap orang masyarakat warga negara Indonesia sesuai dengan asas-asas legalitas yang terdapat dalam sistem hukum di negara tersebut.
Selanjutnya sebagai penutup perbincangan, kami berdua sepakat untuk saling bertemu, setelah penulis tiba kembali di Jakarta dan setelah penulis mengemban amanah dari Ustad Kaffah, salah satu tokoh aset umat Islam dunia, tokoh alim yang berdomisili di Ngruki, maka penulis akan menyampaikan surat dari beliau untuk diberikan kepada 4 orang tokoh politik terhormat yang mewakili rakyat, salah satunya adalah Ketua DPR RI Puan Maharani yang beralamat di gedung megah di Senayan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat.
NewsRoom.id









