KOTA ACEH – Kuasa hukum Roy Suryo, Refly Harun menilai opsi pengajuan praperadilan berpotensi merugikan kliennya.
Ia mengatakan, langkah hukum tersebut bisa menjadi “jebakan Batman” bagi Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Pernyataan tersebut dilontarkan Refly menanggapi sikap Polda Metro Jaya yang sebelumnya mempersilakan para tersangka mengajukan gugatan praperadilan jika tidak menerima hasil penyidikan yang telah dilakukan.
Dalam penanganan kasus ini, penyidik disebut sudah dua kali menggelar kasus tersebut.
Selain itu, proses penyidikan juga telah menjalani dua kali bantuan dari Bareskrim Polri serta satu kasus khusus yang dilakukan atas permintaan tersangka.
Namun sidang praperadilan masih bisa diajukan karena para tersangka masih menyatakan keberatan atas hasil kasus khusus tersebut.
Secara hukum, praperadilan merupakan kewenangan Pengadilan Negeri yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), termasuk menilai sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, dan permohonan ganti kerugian atau rehabilitasi.
Refly Harun Ragu Netralitas Praperadilan
Refly Harun menyatakan tak setuju jika kliennya menempuh jalur praperadilan.
Dia menilai kondisi penegakan hukum di Indonesia saat ini belum sepenuhnya normal.
Soal praperadilan seperti ini, kita bersikap seolah-olah semuanya baik-baik saja kan. Negara hukum Indonesia dan sebagainya.
Ia menambahkan, akses terhadap keadilan dinilai tidak selalu setara bagi semua pihak.
Makanya saya bilang, kalau di pemerintahan maka praperadilan itu mudah, bisa lolos. Tapi kalau di posisi lain harus hati-hati, bisa jadi jebakan Batman, ”tegasnya.
Kritik Terhadap Penetapan Tersangka dan Respon Polisi
Refly juga menyoroti hasil kasus khusus yang menurutnya tidak mengandung unsur rasional untuk menetapkan Roy Suryo dan kawan-kawan sebagai tersangka.
“Dikatakan saja ada 700 alat bukti dan sebagainya, tolong tunjukkan tempus delictinya di mana, lokusnya di mana, kejadiannya apa. Dia cuma main selimut, dirangkai begitu saja. Enggak bisa pidana, nggak boleh dipakai kalau kena, kena juga,” bebernya.
Ia bahkan menilai praperadilan berpotensi melegitimasi proses penyidikan yang dinilainya bermasalah.
“Kalau praperadilan kita lakukan, ini akan menjadi jebakan Batman. Artinya bisa menjadi alat legitimasi proses penyidikan yang tidak profesional seperti ini,” imbuh Refly.
Sementara itu, polisi menyebut telah menyita 17 jenis barang bukti dan 709 dokumen, termasuk ijazah asli Jokowi yang dikeluarkan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), sesuai permintaan tersangka.
Selain itu, penyidik telah memeriksa 130 saksi dan 22 ahli lintas bidang, mulai dari Dewan Pers, KPI, Kementerian Hukum dan HAM, akademisi forensik digital, pakar bahasa Indonesia, hingga sosiologi hukum.
Polisi menegaskan seluruh tahapan penyidikan dilakukan secara transparan, profesional, dan proporsional.
Sosok Refly Harun
Mengutip dari Wikipedia, Refly Harun lahir 26 Januari 1970.
Beliau adalah pakar hukum ketatanegaraan dan pengamat politik Indonesia.
Refly mengenyam pendidikan sarjana di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ia juga aktif di kampus sebagai Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum, seperti tertulis di website UGM.
Setelah lulus pada tahun 1995, ia memulai karirnya sebagai jurnalis. Dia adalah seorang jurnalis di Media Group.
Di tengah perjalanannya sebagai pemburu berita, rasa intelektualnya semakin membara.
Ia akhirnya memutuskan untuk keluar dari dunia jurnalisme dan terjun ke dunia akademis.
Beliau melanjutkan pendidikan magisternya di Universitas Indonesia pada Fakultas Hukum dan program doktoralnya di Universitas Notre Dame, Amerika Serikat.
Karier intelektualnya diuji di lapangan.
Ia mulai menjadi narasumber, pembicara, dan pemerhati masalah hukum tata negara, perselisihan pilkada, dan pilpres.
Beliau juga aktif sebagai konsultan dan peneliti di Center of Electoral Reform (CETRO).
Selain itu, ia merupakan staf ahli salah satu hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan, ia ditunjuk sebagai ketua tim Anti Mafia MK oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.
Sejak saat itu namanya semakin cemerlang. Ia sering bekerja sebagai penulis lepas, narasumber, dan tampil di layar kaca.
Setelah pemilihan Presiden Indonesia tahun 2014, ia bergabung dengan staf ahli presiden.
Tak lama setelah menjadi staf ahli, beliau diangkat menjadi Komisaris Utama Jasa Marga.
Refly sebagai akademisi aktif mengajar sebagai dosen tetap Ilmu Hukum di Universitas Tarumanagara.
Refly pernah menjabat sebagai Komisaris Utama dan Komisaris Independen PT Pelindo I.
Namun posisi tersebut dicopot oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pada tahun 2020.
Selain mencopot Refly, Erick juga mencopot tiga komisaris lainnya. Mereka adalah Heryadi, Bambang Setyo Wahyudi, dan Lukita Dinarsyah Tuwo. Dengan demikian, empat komisaris Pelindo I diberhentikan dari jabatannya pada Senin (20/4/2020).
Kemudian Erick malah menambah lima komisaris baru. Artinya, ada tambahan satu posisi komisaris dari sebelumnya.
Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga mengatakan, alasan pencopotan Refly Harun dan tiga direksi lainnya hanya untuk menyegarkan diri.
“Perlu ada penyegaran di Pelindo agar empat orangnya kita ganti. Jadi mudah-mudahan dengan penyegaran ini Pelindo I juga semakin semangat dalam kinerjanya,” kata Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga, Senin (20/4).
NewsRoom.id









