– Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf menegaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh selektif dalam menangani dugaan korupsi dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI).
Hudi, begitu disapa Monitorindonesia.com, Jumat (26/12/2025), menilai penanganan KPK selama ini masih terbatas pada klaster DPR yakni anggota Fraksi NasDem Satori dan anggota Fraksi Gerindra Heri Gunawan (Hergun). KPK harus mengembangkan penyidikan agar semua pihak yang terlibat bisa dituntut, tegasnya.
Menurut Hudi, KPK tidak hanya perlu memeriksa Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta, tapi juga anggota Dewan Gubernur lainnya, termasuk Gubernur BI Perry Warjiyo yang kamarnya digeledah, serta Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti, dan Deputi Gubernur Juda Agung, Aida S. Budiman, dan Ricky P. Gozali.
Penyidik harus mendalami alasan Bank Indonesia menyalurkan CSR kepada yayasan yang terkait dengan anggota DPR. Keputusan ini tentu diambil bersama-sama, tidak hanya satu orang, tegasnya.
KPK sebelumnya membuka peluang untuk menetapkan sejumlah anggota DPR dan pejabat BI sebagai tersangka, termasuk Perry Warjiyo. Nama-nama anggota DPR yang berpotensi terlibat kasus ini antara lain: Heri Gunawan, Satori, Fauzi Amro, Rajiv (NasDem), Kahar Muzakir (Golkar), Dolfi (PDIP), Fathan Subchi (PKB), Amir Uskara (PPP), dan Ecky Awal Mucharram (PKS).
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika menegaskan, “Siapapun yang terbukti memiliki pengetahuan dan tanggung jawab dalam perkara ini dapat dijadikan tersangka apabila terdapat cukup bukti.”
Hingga saat ini, Heri Gunawan dan Satori telah ditetapkan sebagai tersangka pada 7 Agustus 2025, namun belum dilakukan penahanan karena penyidik masih mengumpulkan bukti tambahan.
Dalam konstruksi kasus tersebut, Komisi DPR Heri Gunawan dan Satori diduga menugaskan ahli dan orang kepercayaan untuk mengajukan usulan bantuan dana sosial. Namun pada tahun 2021-2023, dana tersebut disalurkan tanpa kegiatan sosial sesuai usulan.
Heri Gunawan disebut menerima Rp 15,86 miliar yang ditransfer ke rekening pribadinya untuk membangun restoran, membeli tanah, dan kendaraan. Sedangkan Satori menerima uang sebesar Rp12,52 miliar yang digunakan untuk simpanan, pembelian tanah, showroom mobil dan kendaraan, termasuk diduga menyamarkan transaksi perbankan melalui salah satu bank daerah.
Keduanya dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Monitorindonesia.com telah mengkonfirmasi hal tersebut kepada Gubernur BI Perry Warjiyo. Namun hingga detik ini, ia tidak merespons. Diduga memblokir WhatsAap Jurnalis Monitorindonesia.com.
NewsRoom.id









