NewsRoom.id – Kepala Bagian Pelaporan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri mengatakan, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaporkan nilai objek tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Ketua Tipe Yogyakarta tersebut. B Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Eko Darmanto (ED) mencapai Rp 20 miliar.
“Ini kami sampaikan sebagai bukti permulaan adanya tindak pidana pencucian uang kurang lebih Rp 20 miliar. Itu baru bukti permulaan untuk masuk,” kata Ali Fikri dalam keterangannya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (20/4/2024).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan terus mengembangkan dan menelusuri aset bernilai ekonomi yang diduga disamarkan asal usulnya. Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengajak masyarakat tak segan-segan melapor ke lembaga antirasuah jika mengetahui aset milik Eko Darmanto.
Di sini diperlukan peran serta masyarakat. Jika mengetahui ada aset apa pun yang terkait dengan tersangka ini, silakan laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 18 April 2024 mengumumkan penetapan mantan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Yogyakarta, Bea Cukai Tipe B Menengah, Yogyakarta, Eko Darmanto, sebagai tersangka kasus dugaan uang. pencucian uang (TPPU). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan siapa saja yang terlibat dalam dugaan TPPU, kata Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (18/4/2024).
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memperoleh cukup bukti untuk menetapkan Eko Darmanto sebagai tersangka TPPU. Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut, ditemukan fakta baru terkait dugaan penyembunyian dan penyamaran asal usul kepemilikan properti, kata juru bicara KPK berlatar belakang jaksa tersebut.
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga kini terus menelusuri dan menyita aset bernilai ekonomi milik Eko Darmanto yang diduga berasal dari hasil korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun langsung mengadili mantan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta, Eko Darmanto, dalam kasus dugaan korupsi penerimaan gratifikasi.
Penahanan Eko Darmanto diperpanjang 20 hari ke depan hingga 24 April 2024 di Rutan Cabang KPK, sebagai persiapan persidangan.
Tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menilai seluruh unsur pasal dugaan penerimaan gratifikasi oleh tersangka ED sudah lengkap dan saat ini berkas perkara sudah memasuki tahap penuntutan, yakni penerimaan tersangka dan barang bukti. jaksa. jaksa penuntut umum (JPU).
Penerimaan gratifikasi dari tersangka ED selaku pejabat di Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI diperkirakan senilai Rp10 miliar, tambahnya.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi pada Jumat (8/12/2023) resmi menahan mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Yogyakarta Eko Darmanto setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang (TPPU).
Eko Darmanto (ED) diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 10 miliar dengan memanfaatkan jabatannya di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu menjelaskan ED merupakan penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI yang pernah menduduki sejumlah jabatan selama periode 2007-2023.
Beberapa jabatan strategis ED antara lain Kepala Bidang Penindakan, Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai, Kantor Bea dan Cukai Jawa Timur I Surabaya dan Kepala Subdit Manajemen Risiko, Direktorat Informasi Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
ED kemudian memanfaatkan kedudukan dan kewenangannya untuk menerima gratifikasi dari pengusaha impor atau pengusaha pengolahan pelayanan kepabeanan (PPJK) hingga pengusaha barang kena cukai.
ED sendiri mulai menerima gratifikasi pada tahun 2009 melalui transfer ke rekening keluarga dekat dan berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan ED. Penerimaan gratifikasi ini akan berlangsung hingga tahun 2023.
Untuk perusahaan yang terafiliasi dengan ED, beberapa diantaranya bergerak dalam bidang jual beli sepeda motor dan mobil antik Harley Davidson serta bergerak dalam bidang pembangunan dan pengadaan sarana penunjang jalan tol.
UL tidak pernah melaporkan penerimaan berbagai gratifikasi kepada KPK setelah menerima gratifikasi tersebut dalam waktu 30 hari kerja.
Atas perbuatannya, ED disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
NewsRoom.id