NEWSROOM.ID, Jakarta – Presiden Joko Widodo pada tanggal 6 Januari 2022 lalu mengumumkan akan mencabut 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak dijalankan, tidak produktif, dialihkan ke pihak lain, maupun tidak sesuai dengan peruntukan atau aturan.
Sampai dengan tanggal 24 April 2022, Satuan Tugas Penataan Pengunaan Lahan dan Penataan Investasi telah melakukan pencabutan terhadap 1.118 IUP dengan luas 2.707.443 Hektare (Ha).
1.118 total IUP yang telah dicabut antara lain meliputi Nikel 102 IUP, Bauksit 50 IUP, Batu Bara 271 IUP, Timah 237 IUP, Tembaga 14 IUP, Emas 59 IUP, Mineral lainnya 385 IUP.
Ketua Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan, pencabutan IUP tersebut melalui evaluasi yakni, Perusahaan dinyatakan pailit, masa berlaku izin sudah habis, tidak mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran (RKAB) (per bulan Juni 2021) meski sudah memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Izin lengkap namun tidak direalisasikan, pemilik tidak jelas, izin hanya digunakan sebagai jaminan.
“IUP hanya digunakan sebagai penjamin di bank dan tidak direalisasikan, tidak jelas siapa pemilikinya, IPPKH sudah ada tapi tidak mengajukan RKAB, tidak ada pekerjaan di lapangan, dan lainnya,” ucap Bahlil saat menyampaikan keterangan Pers Menteri Investasi Perkembangan Proses Pencabutan IUP pada Senin, 25 April 2022.
Perusahaan yang merasa keberatan atas pencabutan tersebut dapat mengajukan surat keberatan kepada Menteri Investasi/ Kepala BKPM u.p Deputi Bidang Pengengalian Pelaksanaan Penanaman Modal, kemudian akan dikirimkan surat rapat klarifikasi SK pencabutan IUP kepada pelaku usaha. Setelah mendapatkan surat, pelaku usaha diminta untuk menyiapkan dokumen pendukung, bukti pemenuhan kewajiban, maupun justifikasi terkait kegiatan usaha atas IUP yang telah dicabut
“Ada 227 perusahaan menyatakan keberatan atas pencabutan IUP, 160 diantaranya telah diundang untuk melakukan klarifikasi, yang hadir sebanyak 144 perusahaan,” jelasnya. (LBY)