NewsRoom.id – Adanya parkir liar di sejumlah tempat di Jakarta menghasilkan uang yang sangat besar.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Namun sebagian uang yang diperoleh tidak hanya diperuntukkan bagi juru parkir liar (jukir), tapi juga diduga mengalir ke organisasi masyarakat (ormas) dan oknum petugas.
“Pemain di bidang parkir melibatkan banyak pihak, mulai dari organisasi masyarakat sipil dan pejabat juga,” kata Wakil Ketua Forum Warga Jakarta (FAKTA) Azas Tigor Nainggolan, Rabu (15/5/2024).
Kondisi inilah yang membuat permasalahan parkir, khususnya parkir liar, terus terjadi di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, lanjutnya.
Menyetorkan uang kepada individu tertentu
Dugaan adanya aliran uang parkir ilegal kepada oknum tertentu diperkuat dengan temuan di lapangan.
Seorang sopir minimarket liar di kawasan Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, bernama Boneng (38) mengaku harus menyisihkan sebagian uang hasil parkirnya untuk dimasukkan ke kas RT setempat.
Uang tunai terbanyak untuk RT. Namanya juga memajukan RT, kata Boneng saat ditemui Kompas.com di Jatipadang, Pasar Minggu, Selasa (14/5/2024). ).
Saat ditanya lebih lanjut mengenai mekanisme penyetoran hasil parkir ke kas RT setempat, Boneng tak menjelaskan secara detail. Ia juga tidak menyebutkan berapa jumlah uang yang harus disetorkan.
Namun menurut Boneng, uang tersebut diserahkannya kepada salah satu organisasi suku yang ada di Jakarta.
“Kita tidak hanya datang ke RT (setoran), artinya kita memungutnya. Ada juga organisasi massa. “Baiklah, kita bagikan saja,” ajak Boneng.
Seperti Boneng, kasir ilegal di sebuah minimarket di Tebet, Jakarta Selatan bernama Matsuri (46) mengaku setiap hari ia melakukan penyetoran ke perorangan. Namun Matsuri tak merinci siapa orang yang dimaksud.
“Saya juga menyetor ke oknum-oknum di sini yang menguasai kawasan ini,” ujarnya kepada wartawan di minimarket Jalan Prof Dr Soepomo, Tebet, Rabu.
Matsuri hanya mengungkapkan, orang tersebut memiliki kantor tak jauh dari lokasi minimarket tersebut.
“Ya wajar saja, kalau kawasan ini dikuasai mereka (individu). “Kantornya tidak jauh dari sini,” ujarnya.
Matsuri mengatakan, belum ada jumlah pasti yang harus dibayarkan kepada orang tersebut. Nominal setoran disesuaikan dengan pendapatan sehari-hari.
“Jumlahnya belum pasti, paling tidak puluhan ribu. Kami menyetor setelah menggabungkan beberapa shift. “Ada tiga orang yang berjaga di sini,” ujarnya.
Sementara itu, pengemudi gelap yang terjaring razia Dinas Perhubungan (Dishub) DKI dan Satpol PP mengaku memiliki organisasi yang mewadahi profesinya, salah satunya polisi.
“Saya punya organisasi seperti itu, Pak. “Ada polisi juga, ada TNI juga,” kata jukir kepada petugas Dishub.
Simulasi pendapatan parkir liar di Jakarta
Tigor mengungkapkan, pendapatan dari parkir liar di Jakarta diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah per tahun.
Angka tersebut diperoleh dari rata-rata tarif parkir liar sebesar Rp10.000 dengan asumsi 16.000 unit tempat parkir (SRP) atau titik parkir liar di Jakarta beroperasi sekitar 8 jam per hari.
“Jika kita hitung parkir hanya efektif 8 jam sehari dan rata-rata pembayarannya Rp10.000 untuk satu jam, maka pendapatan dari parkir liar di Jakarta adalah Rp10.000 X 8 hingga Rp460 miliar setahun,” jelas Tigor.
Namun, jumlah pendapatan parkir liar di Jakarta bisa jauh lebih besar dibandingkan yang disebutkan di atas.
Pasalnya, jumlah parkir liar di Jakarta saat ini berjumlah lebih dari 16.000 sehingga berdampak pada total pendapatan.
“Perhitungan satu SRP efektif selama 8 jam setiap hari di Jakarta adalah perhitungan kecil. Di banyak daerah atau tempat bisnis atau hiburan, pendapatan satu SRP bisa efektif lebih dari 12 jam sehari, sehingga pendapatannya akan besar. lebih besar,” kata Tigor.
Momentum Pemprov DKI Jakarta membenahi parkir
Langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI yang tengah menertibkan parkir liar di minimarket menjadi momentum pembenahan parkir di Jakarta.
Menurut Tigor, pengelolaan parkir bisa dijadikan alat untuk membantu menyelesaikan permasalahan transportasi dan pendapatan asli daerah (PAD).
Pengelolaan parkir di jalan raya dan pasar dapat dijadikan sebagai tujuan pengendalian penyelesaian masalah kemacetan Jakarta dan sumber pendapatan tunai daerah bagi Jakarta, kata Tigor.
Kedua tujuan tersebut dapat dicapai secara bersamaan apabila pengelolaan dilakukan dengan baik dan bersih.
Tigor mengatakan, jika parkir dikelola sebagai salah satu alat untuk membantu menyelesaikan masalah kemacetan, hal ini sesuai dengan target Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang ingin menyelesaikan masalah kemacetan Jakarta.
“Saya mendukung Heru Budi dalam mengatasi kemacetan Jakarta dan memerintahkan Dinas Perhubungan untuk menata dan memperbaiki pengelolaan parkir Jakarta, sehingga dapat membantu mengatasi masalah kemacetan serta memperoleh pendapatan yang baik dan besar dari pengelolaan parkir bagi PAD Jakarta,” pungkas Tigor.
NewsRoom.id