Oleh: Hari Perdamaian Lubis
Pasalnya, masyarakat bangsa ini enggan membantu Presiden Prabowo dalam mengantisipasi “Gibran Menuju RI 2”. yang mereka sendiri (masyarakat) katakan “cacat secara konstitusional.”
Bahkan, dalam kasus whoos, negara melalui Menteri Keuangan menyebut masyarakat menolak keras utang BUMN yang dibayar negara, karena realitas rekam jejaknya mengungkap berbagai keanehan.
Tentu saja pengeluaran untuk kebutuhan proyek kereta cepat yang pada prinsipnya harus efisien (tepat) untuk kebutuhan masyarakat, harus dipertanggungjawabkan terlebih dahulu secara akuntabel.
Namun tak lama kemudian pernyataan Menteri Keuangan Purbaya tersebut dibantah Presiden RI dengan ekspresi (body laguange) yang bukan sifatnya. Ada pula yang mirip dengan plagiarisme '(difotokopi)' atau seolah-olah didiktekan secara causa over macht, karena dalilnya, “siapa cegah kemacetan”.
Lalu tanda-tanda apa lagi yang dibutuhkan oleh masyarakat bangsa ini yang jelas-jelas terus tertidur lelap karena takut dan gentar terhadap kepalsuan, dan mimpi berlebih-lebihan akan janji-janji (terbang on air) penyelenggaraan UMKM yang hanya omong kosong belaka.
Karena apa? Tak peduli negara tentu saja sibuk bahkan kewalahan dengan teknis pelaksanaannya, apalagi untuk menutupi kebutuhan finansial program MBG yang memang mendesak (force meyeur), sehingga aparat istana harus fokus.
Maka tak heran mengapa nusantara lama didominasi oleh penjajah, padahal akhirnya merdeka, namun setelah mengorbankan banyak darah bangsa ini dengan kematian yang sia-sia dan mulia.
Analoginya, sosok Eggi yang berhijrah namun tetap melakukan perlawanan, atau “perlawanan lain” dituduh menerima uang oleh tokoh-tokoh penghasut, “banci-banci yang muncul dan banci-banci yang bersembunyi (berperan sebagai korban)”, yang tidak mau berpikir atau tidak mampu berpikir atau “malas mengasah makna iqra”.
NewsRoom.id









